Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar menegaskan, pihaknya dalam menjalankan tugas tidak mengejar popularitas dan gagah-gagahan dengan menangkap dan menahan tersangka pelaku korupsi. "Kita bukan gagah-gagahan menangkap orang, lalu di persidangan `memble`, karena pengadilan membebaskannya," kata Antasari, di Jakarta, Rabu malam, menjawab pertanyaan wartawan terkait tidak ditahannya Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, padahal sudah ditetapkan sebagai tersangka. Dalam pertemuan dengan para pemimpin redaksi media massa di Jakarta, Antasari yang didampingi para pimpinan KPK menyatakan pihaknya tidak sembarangan dalam menahan tersangka korupsi. Dia mengakui banyak mendapat pertanyaan dari berbagai pihak mengapa Burhanuddin dalam kasus aliran dana BI ke DPR tidak ditahan, sementara tersangka lainnya sudah berada dalam penahanan. Terhadap pertanyaan itu, Antasari balik bertanya "pilih mana, orang ditahan KPK tetapi kemudian putusan pengadilan tidak menghukum, atau sebaliknya penahanan tertunda tetapi putusannya menghukum". "Penahanan bukanlah hal yang sulit, lima menit bisa. Print saja blangko penahanan lalu saya teken, tersangka bisa ditahan. Tetapi bukan itu tujuannya," katanya. Menurut dia, pertimbangan KPK untuk menahan atau tidaknya seorang tersangka adalah untuk kepentingan pengumpulan alat-alat bukti. Kalau tersangka dikhawatirkan akan menghilangkan barang bukti, dan mempersulit pemeriksaan bisa langsung ditahan. Tetapi kalau tidak ditahannya tersangka bisa memperkuat alat-alat bukti tentu penahanan bisa ditunda. "Yang jelas, prinsip KPK akan menahan tersangka sebelum pengadilan dilakukan," tegas Antasari. Ditanya soal kesiapan KPK untuk mengambilalih kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang sudah dihentikan Kejaksaan Agung, menyusul tertangkapnya Jaksa Urip Tri Gunawan, Antasari mengatakan KPK masih mengkajinya. Ia mengatakan, soal pengambilalihan itu masih jadi perdebatan mengenai bisa tidaknya secara hukum KPK mengambilalih kasus BLBI, mengingat KPK tidak bisa retroaktif. Hukum acara mengatur bahwa kalau ada pihak yang tidak setuju dengan Surat Penghentikan Penyidikan Perkara (SP3), dia bisa melakukan pra peradilan. Kalau pengadilan menyebutkan SP3 itu sah, maka prosesnya berhenti. Akan tetapi kalau pengadilan mengatakan, SP3 itu tidak sah baru proses pengambilalihan bisa terjadi. "Ini kajian KPK, untuk sementara ini," katanya. Antasari melanjutkan, prestasi KPK itu bukan dibuktikan dengan banyaknya orang ditahan, akan tetapi bagaimana keuangan negara itu bisa diselamatkan. Pemberantasan korupsi adalah bagaimana supaya berdampak kepada kesejahteraan rakyat, bukan kepada banyaknya orang yang ditangkap dan dihukum karena korupsi. "Saya berharap tidak ada koruptor baru," tegasnya, seraya mengatakan bahwa KPK juga melakukan tindakan-tindakan pencegahan. Pada kesempatan itu, Antasari yang sebelumnya menjabat Direktur Penuntutan pada Jaksa Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejakgung mengutarakan, sebagai pimpinan KPK berharap di akhir masa jabatannya orang miskin bisa berkurang, rakyat bisa tinggal di apartemen dan perumahan yang layak, uang sekolah (SPP) dibebaskan, dan biaya pengobatan di puskesmas-puskesmas gratis.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008