“Its amazing dua jenis alat musik yang berbeda seperti gamelan dan cello serta flute bisa menyatu dalam irama yang indah,” ujar Jason, pria asal Wales yang tertarik pada musik gamelan usai pertunjukan kepada ANTARA London, Minggu malam.
Jason, yang bekerja di salah satu departemen pemerintah di London, mengaku musik gamelan sangat akrab ditelinganya.
“Saya melihat permainan gamelan sewaktu berkunjung ke Yogjakarta dua tahun lalu dan Saya sangat kagum dengan permainan musik traditional Javanese Gamelan dimana suara yang dikeluarkan dari instrumen gamelan yang memberikan perasaan ketenangan. Calm!" ujarnya.
Ia menimpali, "Di sini saya pertama kali melihat perpaduan gamelan dan instrumen cello dan flute, sungguh indah suaranya."
Intimate Gamelan Ensemble adalah kelompok musik yang memainkan komposisi baru untuk gamelan dan alat musik Barat. Kelompok ini telah beberapa kali mementaskan karya karya baru, terutama karya Aris Daryono semenjak tahun 2012.
Aris Daryono, sebagai komposer dan guru gamelan di Inggris kepada ANTARA mengatakan, dalam pementasan yang diadakan di School of Asian and African Studies (SOAS), University of London, Inggris juga ditampilkan karya komposer tamu dari New York yang pada malam itu, ditampilkan karyanya Jody Diamond.
Selain karya baru dari Aris Daryono, Natasha Zielazinski, Detta Danford, Rob Campion dan komposer tamu dari New York yang pada malam tersebut juga hadir, Jody Diamond.
Menurut Aris, kelima karya tersebut masing masing mempunyai keunikan sendiri meski kelimanya menggunakan instrumentasi yang sama. Misal komposisi "Papat" karya Aris Daryono, mengeksplorasi konsep gamelan Jawa.
Pemain diberi kebebasan untuk menginterpretasi karya tersebut dengan memilih tempo sendiri, memberi aksentuasi, memutuskan kapan dan berapa lama untuk mengulang sebuah frase, memberi dinamik, memberi artikulasi dan lainnya.
Karya itu juga memberi ruang yang luas untuk para pemain untuk saling berinteraksi layaknya bermain gamelan Jawa.
Karya Rob Campion, "Pathetan", adalah sebuah karya yang dibentuk dari dua pathetan tradisi, yaitu pathet slendro enam wantah dan pathet pelog lima wantah yang dimainkan secara bersama sama dan ditambah dengan flute sebagai pengganti suling dan cello sebagai ganti rebab.
Karya "Matahariku" Jody Diamond tidak kalah menariknya, dimana di dalam karya tersebut para pemain hanya diberi notasi Balungan (melody utama) seperti layaknya notasi gamelan Jawa.
Para pemain diberi kebebasan untuk memilih nada yang berdekatan dengan balungan tersebut dan gender diberi kebebasan untuk memainkan cengkok sesuai dengan balungan.
Sekilas seperti terdengar gamelan tradisi apalagi cello dan flute yang menciptakan frase frase layaknya sindhen dan gerongan. Namun, menjelang akhir komposisi, gender dan cello mempunyai jalan sendiri sendiri dan akhirnya keduanya (termasuk slenthem) melebur ke dalam satu lagu, "You Are My Sun Shine".
Komposisi Detta dan Natasha merupakan komposisi improvisasi yang sekilas terdengar serupa namun mempunyai konsep yang berbeda.
"Breath", karya Detta Danford mengeksplorasi pernafasan oleh para pemain yang kemudian diekspresikan lewat instrument masing-masing.
Sedangkan, Natasha lebih memilih detak jantung dari para pemain sebagai patokan denyut bagi para pemain untuk memainkan instrumentnya.
Jody Diamond mengaku secara khusus datang dari Amerika ke Inggris untuk terlibat dalam konser kolaborasi musik Barat dan tradisional Indonesia.
“Saya senang meliat perkembangan musik gamelan di Inggris yang tidak kalah dengan di Amerika,” ujar Jody, yang mengenal gamelan sejak berusia 17 tahun.
Pewarta: Zeynita Gibbons
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019