Jakarta (ANTARA News) - Kabar keterlibatan seorang pengacara dalam kasus penerimaan uang sejumlah 660 ribu dolar AS oleh jaksa Urip Tri Gunawan merebak di DPR. Hal itu terungkap dalam rapat kerja antara Kejaksaan Agung dan Komisi III DPR RI di Jakarta, Rabu. Sebelumnya, KPK menangkap jaksa Urip Tri Gunawan di salah satu rumah di Jakarta Selatan karena diduga menerima uang sebesar 660 ribu dolar AS, atau lebih dari Rp6 miliar. Bersama Urip juga ditangkap seorang wanita berinisial AS yang belakangan diketahui bernama lengkap Arthalita Suryani. Arthalita diduga sebagai pemberi uang. Urip dan Arthalita telah berstatus tersangka dan ditahan. Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, pemberian uang itu diduga terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Seperti diberitakan sebelumnya (29/2), Kejaksaan Agung menghentikan penyelidikan dua kasus BLBI, yaitu kasus BLBI yang melibatkan obligor Bank Central Asis (BCA) dan Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Penyelidikan kedua kasus itu dilakukan oleh tim khusus yang terdiri dari 35 orang jaksa dari seluruh Indonesia. Kejaksaan Agung tidak mendapati perbuatan melawan hukum yang mengarah pada tindak pidana korupsi dalam kedua kasus tersebut. Jaksa Urip sebelumnya menjabat Ketua Tim Penyelidik kasus BLBI dengan obligor BDNI, sebuah bank milik Sjamsul Nursalim. Anggota Komisi III Gayus Lumbuun dalam rapat itu mengatakan dirinya mendapat informasi bahwa ada seorang pengacara yang berada di lokasi saat terjadi transaksi penyerahan uang dari Arthalita Suryani ke Urip Tri Gunawan. "Ada satu orang menurut informasi ada di TKP (Tempat Kejadian Perkara)," kata Gayus. Dia menolak menyebut nama pengacara yang dimaksud. Dia juga tidak merinci nama kantor hukum tempat pengacara itu bekerja. Menurut Gayus, penegak hukum harus mencari tahu kebenaran informasi tersebut. Dia menilai pengacara tersebut bisa jadi kuasa hukum salah satu orang yang bertransaksi. "Atau punya keterkaitan dengan kejahatan itu," kata Gayus. Sementara itu, Ketua Komisi III, Trimedya Panjaitan membenarkan kabar itu. Politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu mengaku menerima kabar itu melalui layanan pesan singkat. Senada dengan Gayus, Trimedya mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar menguji kebenaran kabar tersebut. "Kita minta KPK menindak lanjuti informasi itu," katanya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008