Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung Hendarman Supandji mengaku sudah berkali-kali mengingatkan Urip Tri Gunawan dan 35 anggota tim jaksa penyelidik kasus BLBI, agar berhati-hati dan tidak melakukan pelanggaran dalam menjalankan tugas pengusutan kasus besar yang melibatkan Anthony Salim dan Sjamsul Nursalim itu. "Saya sudah mengingatkan berkali-kali, sampai `meniren` (berbusa-busa) agar tidak melakukan penyimpangan," kata Jaksa Agung di sela-sela Raker dengan Komisi III DPR RI di Gedung DPR/MPR di Jakarta, Rabu. Dalam Raker itu Jaksa Agung menerima 47 pertanyaan dari anggota Komsisi III, selain sejumlah pertanyaan tertulis yang sudah disampaikan beberapa hari sebelum terungkapnya kasus dugaan suap terhadap jaksa penyelidik kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Jaksa Agung mengungkapkan, sebelum tertangkap tangan menerima suap 660 ribu dolar AS atau lebih dari Rp6 miliar, Urip sebenarnya memiliki "track record" baik dalam karirnya. Karena itu, Hendarman kemudian memindahkan Urip dari jabatannya sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Klungkung Bali ke Jakarta untuk memimpin tim 35 yang bertugas melakukan penyelidikan kasus BLBI. Mengingat beban hidup di Jakarta yang demikian berat, apalagi gaji Urip sekitar Rp3,5 juta per bulan, Hendarman Supandji bahkan mengungkapkan telah menambah kompensasi untuk biaya hidup Urip dan kawan-kawan. Tambahan biaya hidup itu diambil dari alokasi dana operasional Kejaksaan Agung. Dengan tambahan pendapatan resmi yang dialokasikan dari dana operasional, diharapkan Urip tidak melakukan penyimpangan dan melakukan tugasnya secara baik. Bersamaan dengan hal itu, Jaksa Agung selalu mengingatkan agar tidak melakukan tindakan penyimpangan. Menurut Hendarman Supandji, Urip memiliki kesempatan besar untuk menjadi jaksa yang berprestasi mengingat usianya yang masih 41 tahun. Karena itu, Hendarman menyatakan sangat terpukul dan kecewa ketika yang bersangkutan tertangkap tangan menerima suap dalam kasus BLBI. "Ini sangat mengecewakan saya. Sudah berkali-kali diingatkan," katanya dan menambahkan bahwa sebelumnya tim 35 telah melaporkan bahwa tidak menemukan pelanggaran hukum dalam kasus BLBI. Hendarman kemudian menanyakan apakah di internal tim 35 terjadi perbedaan pendapat atas penyelidikan kasus BLBI, namun diperoleh jawaban bahwa penyelidikan kasus BLBI belum bisa ditingkatkan ke penyidikan karena tidak ditemukan pelanggaran hukum. Karena itu, Kejaksaan Agung kemudian menghentikan perkaranya agar ada kepastian hukum. Di saat perkara BLBI dengan obligor Sjamsul Nursalim dihentikan, ternyata Urip justru tertangkap tangan menerima suap. Jaksa Agung mengemukakan, kasus ini harus diselidiki apakah Urip sendiri atau ada orang lain yang terlibat mengingat uang Rp6 miliar itu besar sekali bagi seorang jaksa. Kalangan DPR RI berharap, Jaksa Agung meningkatkan kinerja Jamwas (Jaksa Agung Muda Pengawasan) yang melakukan tugas pengawasan di internal kejaksaan. Anggota Komisi III, Azlaini Agus (PAN) mengingatkan Jaksa Agung untuk membersihkan tim 35 dari tindakan penyimpangan. Jansen Hutasoit dari Fraksi PDS berharap Kejaksaan Agubng memperkuat jajaran intelijennya agar mampu membongkar kasus-kasus korupsi. Jika kinerja intelijen Kejaksaan tidak ditingkatkan, publik meragukan kemampuan Kejaksaan melakukan tugasnya membongkar kasus korupsi.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008