Tanjungpinang (ANTARA) -
Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Gubernur Kepulauan Riau nonaktif Nurdin Basirun merupakan peringatan keras bagi Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Ranperda RZWP3K), kata pengamat administrasi publik Alfiandri.
"Pansus harus menuntaskan raperda itu hingga menjadi perda, tidak boleh 'tersandera' oleh peristiwa OTT tersebut," katanya, yang dihubungi Antara di Tanjungpinang, Minggu.
Baca juga: Penetapan tersangka Gubernur Kepri tidak pengaruhi Investasi
Alfiandri mengemukakan kasus OTT terhadap Nurdin, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepri Edi Sofyan, dan Kabid Perikanan Tangkap DKP Kepri Budi Hartono, serta Abu Bakar, pihak swasta, sebagai efek dari lambannya raperda itu diselesaikan.
Semestinya, kelompok kerja dan pansus melaksanakan tugasnya sesuai ketentuan yang berlaku, dan terbebas dari kepentingan pihak lainnya. Ia menduga peristiwa OTT itu sebagai penyebab pemanfaatan kebijakan.
Baca juga: Pengacara Gubernur Kepri siapkan alat bukti dan saksi meringankan
"Itu seharusnya tidak terjadi jika proses pembahasan dilaksanakan secara serius untuk kepentingan daerah dan kesejahteraan masyarakat," ujarnya.
Ranperda RZWP3K diusulkan oleh Pemprov Kepri pada September 2018.
Anggota Pansus Ranperda RZWP3K, Hotman Hutapea, mengatakan Pansus Ranperda RZWP3K sejak awal menginginkan peraturan itu disahkan.
"Namun dalam perjalanannya ada pihak-pihak tertentu yang menahan pengesahan peraturan tersebut," katanya.
Hotman juga merasa kaget KPK menangkap Gubernur Kepri nonaktif Nurdin Basirun dan sejumlah pejabat terkait izin reklamasi di Tanjung Piayu, Batam. Dari pernyataan KPK, baru diketahui, izin diberikan sebelum Perda RZWP3K itu disahkan DPRD Kepri.
Padahal belum lama ini Pemprov Kepri mendesak pansus agar mengesahkan perda itu. Sementara pansus memiliki masa tugas terbatas, kecuali diperpanjang setiap bulan.
"Seharusnya, akhir tahun lalu sudah selesai setelah anggota pansus rapat dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, tetapi ada yang keberatan," kata Hotman yang juga Ketua Komisi II DPRD Kepri.
Anggota Pansus RZWP3K DPRD Kepri lainnya, Rudi Chua juga merasa aneh dengan sikap Pemprov Kepri yang dua pekan lalu ingin "menghidupkan" kembali pansus.
"Sekitar dua pekan lalu Pemprov Kepri mendadak ingin menghidupkan kembali pansus. Kemudian kami rapat," katanya.
Ia mengemukakan permasalahan krusial dalam pembahasan raperda itu seperti penetapan titik reklamasi. Usulan titik reklamasi di Kepri mencapai 42 titik, namun pansus ingin menetapkan 16 titik sesuai kesepakatan saat rapat dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang juga diikuti anggota KPK.
42 titik tersebut tersebar di Batam, Karimun, Tanjungpinang, dan Bintan.
"Kalau ingin disahkan, ikuti kesepakatan dalam pembahasan dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan," ujarnya.
DPRD Kepri pada akhir tahun 2018 sudah menggelar rapat pandangan umum fraksi terkait Ranperda RZWP3K. Namun tidak sempat disahkan lantaran ada surat keberatan yang disampaikan Pemkot Batam lantaran Teluk Tering, Batam belum masuk dalam titik reklamasi.
Pemkot Batam beralasan Teluk Tering, Batam, merupakan kawasan pesisir yang perlu diperhatikan karena bagian dari kepentingan nasional.
Penundaan juga disebabkan Kementerian Kelautan dan Perikanan masih mengkaji usulan dari daerah.
"Ada perubahan yang perlu dikaji kembali," katanya.
Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019