Jakarta (ANTARA News) - Para pengamat memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan suku bunga acuan BI rate sebesar delapan persen karena ancaman inflasi yang tinggi.
"BI tak mungkin mengabaikan kenyataan bahwa inflasi saat ini tinggi. Dalam dua bulan ini (Januari Februari) telah mencapai 2,3 persen, padahal masih ada 10 bulan lagi. Tentu ancaman inflasi ini akan mendorong BI tetap mempertahankan suku bunga acuannya agar inflasi tetap terkendali," kata Pengamat Ekonomi Keungan Fahrial Anwar di Jakarta, Rabu.
Fahrial mengatakan, meskipun bulan depan Federal Reserve (otoritas moneter AS) diperkirakan akan menurunkan suku bunganya dari 3 persen menjadi 2,75 atau 2,5 persen, BI tetap lebih memilih mempertahankan suku bunga acuan pada delapan persen.
"BI saat ini tidak memikirkan interest differensial rate (perbedaan suku bunga), tapi lebih memikirkan untuk menjaga inflasi agar tetap terkendali, jadi meski kebijakan pemotongan suku bunga tersebut terjadi, saya yakin BI tetap mempertahankan suku bunga acuannya (BI Rate)," katanya.
Dikatakannya, suku bunga acuan tetap akan dipertahankan pada suku bunga riil efektif (riil effective interest rate), yaitu suku bunga acuan yang ditetapkan lebih tinggi dari tingkat inflasi. "Hal ini agar uang yang berada di bank tidak mengalir keluar karena tergerus oleh inflasi," katanya.
Pengamat ekonomi Bank Lippo, Winang Budoyo, mengatakan BI rate tidak akan diturunkan. "Tidak ada alasan untuk menurunkan BI rate, sebab situasi belum stabil, inflasi belum benar-benar terkendali," katanya.
Menurut dia, kebijakan utama BI adalah mengendalikan inflasi, sehingga apapun keputusan The Fed terhadap Fed rate tidak akan berpengaruh kepada BI rate.
Hal yang sama diungkapkan oleh Kepala Ekonom BNI, Tony A Prasetiantono. Ia mengatakan, masih tingginya inflasi membuat BI akan sangat berhati-hati dalam mengelola kebijakan moneternya.
"Karena itu Bank Indonesia (BI) tampaknya akan menahan BI rate tetap 8 persen," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2008