Jakarta (ANTARA News) - Peraih hadiah Nobel bidang kesehatan tahun 2005, Prof.Dr.Barry J.Marshall dari Australia, mengatakan salah satu cara untuk membuat kalangan generasi muda di Indonesia tertarik terjun menjadi peneliti adalah dengan memberikan gaji yang pantas. "Naikkan gaji sebagai peneliti. Dengan demikian, mereka tertarik menjadi peneliti karena mendapat penghargaan dari lingkungannya," kata Barry J.Marshall dalam jumpa pers, di sela-sela acara ceramah ilmiahnya di Lippo Karawaci, Tangerang, Banten, Selasa. Hal tersebut dikemukakan Marshall menanggapi sinyalemen kurangnya keinginan generasi muda untuk memilih profesi sebagai peneliti sains. Kedatangan Marshall -- yang saat ini bekerja sebagai Senior Principal Research Fellow di Fakultas "Biomedical, Biomolecular and Chemical Sciences" University of Western Australia (UWA) -- di Indonesia selama 3-5 Maret 2008 , disponsori oleh Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan (FK-UPH), RS.Siloam, dan Mochtar Riady Institute for Nanotechnology (MRIN). Dia mengakui bahwa gaji sebagai peneliti memang tidak sebesar seperti seorang dokter spesialis jantung. "Pendapatan yang saya terima sebagai seorang ilmuwan peneliti di Australia juga tidak besar," kata dia, namun menolak menyebutkan jumlah gajinya saat ditanya wartawan. Kendati demikian, dikatakan bahwa dia terkesan dengan sikap antusiasme yang ditunjukkan para mahasiswa FK-UPH saat mendengarkan ceramahnya pada sesi pertama. Dia berharap akan banyak generasi muda yang nantinya tertarik menekuni bidang penelitian meskipun pendapatan yang diterima tidak besar. Pada kesempatan itu, dilakukan penandatanganan sebuah kesepakatan oleh Rektor UPH Dr.Jonathan L.Parapak dan Barry J.Marshall yang menyatakan kesediaan peraih Nobel tersebut menjadi "visiting professor" di UPH. Penandatangan tersebut dihadiri pula oleh Chief Executive Officer (CEO) RS.Siloam dr.Gershu Paul, Konsultan Pemasaran RS.Siloam Andrew Mills, Presiden Mochtar Riady Institute for Nanotechnology (MRIN), Prof.Susan S.W. Tai, Rektor, Dekan FK-UPH dr.Eka J.Wahjoepramono, SpBS,dan pendiri kelompok bisnis Lippo Mochtar Riady. "Kesepakatan ini tidak ada jangka waktunya. Pokoknya selama beliau kuat, beliau akan menjadi `visiting professor` di UPH," kata Jonathan Parapak. Pada kesempatan sama, Dekan FK-UPH dr.Eka J.Wahjoepramono mengharapkan sebagai "visiting professor", Barry Marshall dapat memberikan kuliah umum sebanyak dua kali setahun. Marshall saat ditanya ANTARA News tentabg kesediaannya menjadi "visiting professor" di UPH, menjawab bahwa dia mengharapkan adanya kerjasama penelitian antara lembaga tempat penelitiannya di Australia dengan MRIN untuk masalah penyakit tropis dan pertukaran tenaga pengajar antara UWA dan UPH. Ceramah Marshall dibagi dalam dua sesi. Sesi pertama pukul 09.00 WIB bertajuk "The Excitement of Science and the Nobel Prize" untuk para mahasiswa UPH dan umum di Grand Chapel UPH. Sementara, sesi kedua pukul 12.00 WIB bertajuk "Past Lessons and New Opportunities for Helicobacter pylori" digelar di lembaga penelitian Mochtar Riady Institute for Nanotechnology (MRIN),Lippo Karawaci. Penelitian Prof.Marshall yang menghantarkannya pada penghargaan Nobel bidang kesehatan berpangkal dari keprihatinan terhadap maraknya penyakit gastritis dan luka di lambung yang diderita oleh hampir 50 persen penduduk dunia hingga saat ini. Pemikiran konvensional hingga tahun 1982 di kalangan ilmuwan kedokteran menyebutkan bahwa tidak ada bakteri yang dapat hidup di perut manusia karena perut manusia memproduksi asam dalam jumlah banyak yang kadarnya sama dengan kekuatan asam di aki mobil. Dr.Barry Marshall lalu bekerjasama dengan rekannya Dr.J.Robin Warren dari Perth , Australia Barat, meneliti masalah tersebut hingga tahun 1982 mereka menemukan adanya bakteri yang disebut helicobacter pylori (H.Pylory) yang dapat hidup di perut dan menjadi penyebab berbagai penyakit infeksi lambung, bahkan dapat menjadi faktor penyebab kanker perut. Dalam upayanya membuktikan bahwa bakteri tersebut yang menjadi penyebab penyakit infeksi lambung, Marshall bahkan pada tahun 1984 -- saat masih bekerja di Fremantle Hospital -- meminum sendiri organisme H.pylori yang telah dikulturkan (dikembangbiakkan). Penelitiannya juga berujung pada temuan kombinasi obat-obatan yang dapat membunuh bakteri H.pylori dan menyingkirkan luka di lambung secara permanen. Kerja keras pasangan peneliti Barry J.Marshall dan J.Robin Warren akhirnya menghantarkan mereka pada penghargaan Nobel bidang kesehatan tahun 2005, sekitar 23 tahun sejak temuan pertama mereka terhadap bakteri tersebut.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008