Jakarta (ANTARA News) - Kenaikan harga minyak goreng tidak mungkin dapat ditahan, meski pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk menekan laju kenaikannya. "Saya lihat dari awal tidak mungkin kita tahan harga dengan kebijakan itu. (Sementara) harga internasional itu di luar domain kita," kata Ekonom Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Pande Radja Silalahi, di Jakarta, Selasa. Pande menilai kebijakan yang diambil pemerintah tidak akan berhasil menahan kenaikan harga minyak goreng dalam negeri yang dipengaruhi harga CPO internasional. Sejak 1 Februari 2008, pemerintah mengumumkan akan menanggung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk semua minyak goreng yang dijual di dalam negeri dengan harapan kenaikan harga bisa ditahan. Penanggungan PPN minyak goreng dalam negeri itu berlaku surut sejak 1 Januari 2008. Selain itu, pemerintah juga mengalokasikan subsidi minyak goreng Rp500 miliar untuk masyarakat berpendapatan rendah. Subsidi minyak goreng itu ditujukan bagi sekitar 19 juta keluarga miskin. Setiap keluarga dapat membeli minyak goreng dengan harga Rp2.500 per liter, lebih murah dibanding harga pasar sebanyak dua liter. Penyaluran subsidi minyak goreng itu difasilitasi oleh pemerintah daerah yang bekerja sama dengan distributor atau produsen minyak goreng. Pande menilai keputusan pemerintah untuk menahan kenaikan harga minyak goreng tidak tepat mengingat porsinya terhadap inflasi kecil. "Kalau ingin intervensi, biayanya akan lebih mahal dibanding yang dihemat," ujarnya. Ia menyarankan pemerintah fokus dalam membuat kebijakan karena anggaran negara terbatas. "Pertama prioritas pada beras, sebelum minyak goreng sebaiknya listrik agar masyarakat bisa lebih produktif. Nanti bisa untuk giling cabe, buat tahu, dll. Kita terlalu cepat panik," tambahnya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008