Meulaboh (ANTARA) - Musibah kebakaran lahan yang melanda empat kecamatan di Kabupaten Aceh Barat meliputi Kecamatan Arongan Lambalek, Samatiga, Woyla Barat serta Johan Pahlawan telah menyebabkan sejumlah desa di kabupaten tersebut dilanda kabut asap.
Pemantauan Antara di kawasan Desa Suak Timah, Kecamatan Samatiga, Aceh Barat ketebalan kabut asap yang melanda kawasan ini pada pagi hari turut mengganggu jarak pandang, dengan jarak pandang terbatas yakni antara 50 meter hingga 100 meter.
"Kabut asapnya sangat mengganggu pandangan dan penglihatan, kondisi ini terjadi pada pagi dan malam hari," kata Yuli, warga Desa Alue Raya, Kecamatan Samatiga, Aceh Barat, Sabtu.
Kabut asap diduga akibat kebakaran lahan tersebut juga menyebabkan warga kesulitan bernafas pada malam hari, sehingga warga harus menutup rapat-rapat pintu rumah maupun jendela agar sebaran kabut asap tidak leluasa masuk ke dalam rumah.
Warga berharap sebaran kabut asap tersebut dapat segera berakhir dan upaya pemadaman kebakaran lahan yang dilakukan petugas segera dapat teratasi.
Sebelumnya, Kepala Pelaksana BPBD Aceh Barat, Dr Mukhtaruddin melalui Koordinator Pusdalops setempat, Mashuri di Meulaboh, mengatakan sampai saat ini upaya pemadaman api masih terus dilakukan petugas. Karena titik api semakin bermunculan di beberapa titik tertentu di kabupaten setempat akibat musim kemarau.
Ada pun kendala yang dihadapi petugas saat berusaha memadamkan api, kata Mashuri, yakni sulitnya mendapatkan sumber air di sekitar lokasi kebakaran karena beberapa desa di daerah ini turut mengalami kekeringan.
Untuk bisa mendapatkan sumber air terdekat dari lokasi kebakaran, petugas BPBD bersama TNI, Polri dan masyarakat terpaksa mencari sumber air di kawasan yang berjarak sekitar dua kilometer dari lokasi pemadaman.
Mashuri mengakui meski di beberapa lokasi kebakaran lahan telah berhasil dipadamkan, namun karena teriknya matahari juga menyebabkan timbulnya titik api di lokasi baru, sehingga membutuhkan ekstra tenaga agar bisa dilakukan pemadaman lahan yang terbakar dengan sendirinya.
Pewarta: Teuku Dedi Iskandar
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019