Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) diharapkan meningkatkan kewaspadaannya terhadap adanya peningkatan arus dana jangka pendek (hot money), karena kemungkinan adanya kebijakan pemotongan suku bunga dari Bank Sentral Amerika Serikat/AS (the Fed rate). "Kemungkinan 'the Fed rate' akan turun dari tiga persen menjadi 2,75 persen atau 2,5 persen, dan ini akan memicu `hot money` masuk ke kita, karena semakin lebarnya bunga di AS dengan di kita," kata Kepala Ekonom BNI, Tony A. Prasetiantono, dalam diskusi "BI Rate, Menguji Kepiawaian Bank Sentral" di Jakarta, Selasa. Bila kebijakan "US Federal Reserve" (the Fed) tersebut benar-benar dilaksanakan pada bulan ini, maka selisih bunga Indonesia dengan AS bertambah dari 5 persen menjadi 5,25 hingga 5,5 persen, katanya. Untuk itu, ia mengemukakan, perlunya sikap berhati-hati dalam menyikapi hal itu. Ia mengatakan, penurunan suku bunga "the Fed" tidak serta merta harus diikuti dengan menurunkan suku bunga acuan BI. "Toh beberapa negara besar, seperti Euro Area, Inggris dan Australia, juga tidak menurunkan suku bunganya, meski the Fed menurunkan suku bunga," katanya. Sebab bila tidak, menurut dia, penurunan suku bunga BI untuk mengikuti the Fed justru akan memicu inflasi. "Yang penting dijaga adalah agar dana tersebut tetap bisa bertahan dan keluar secara tidak berbarengan," katanya menambahkan. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008