Jakarta (ANTARA News) - Ditjen Pos dan Telekomunikasi Departemen Komunikasi dan Informatika (Postel Depkominfo) menargetkan ada 100 juta pengguna telepon seluler pada 28 Mei 2008, bertepatan 100 tahun peringatan Hari Kebangkitan Nasional."2008 ini kita merayakan kebangkitan nasional yang ke 100 tahun akan baik sekali jika pelanggan seluler tahun ini mencapai 100 juta orang," ujar Direktur Jenderal Postel Depkominfo, Basuki Yusuf Iskandar, bersama asosiasi industri telekomunikasi dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPR di Jakarta, Selasa.Dirjen Postel mencatat sampai akhir September 2007 terdapat sekira 98,7 juta orang pengguna telepon, yang terdiri dari 81,8 juta orang pelanggan seluler, 9 juta orang pelanggan telepon tetap nirkabel (Fix Wireless Acces/FWA), dan 8,7 juta orang pelanggan telepon tetap kabel (PSTN). Pelanggan telepon sebanyak 98,7 juta orang tersebut dilayani oleh 15 operator telekomunikasi yang terdiri dari empat operator telepon tetap kabel, tiga operator tetap nirkabel dan delapan operator seluler. "Teledensitas sampai dengan akhir September 2007 adalah PSTN 3,89 persen, FWA 4,03 persen dan seluler 36,39 persen. Populasi tahun 2007 sebesar 224.904.900 orang," kata Basuki. Sedangkan akumulasi teledensitas FWA dan PSTN yaitu 7,9 persen, padahal pemerintah telah menargetkan teledensitas dalam rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) sampai 2009 sebesar 13 persen. "Ini pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah untuk mengejar target tersebut," tutur Basuki. Sedangkan prosentase pertumbuhan pelanggan untuk PSTN minus 0,55 persen, telepon FWA tumbuh 50,81 persen, pelanggan telepon seluler 28,26 persen dengan pertumbuhan total pelanggan 26,26 persen. Basuki melihat adanya kesenjangan yang cukup dalam antara teledensitas seluler dan layanan tetap. Untuk mendorong teledensitas layanan tetap, lanjut dia, realisasi program pembangunan jaringan telepon di pedesaan (USO) perlu segera dilaksanakan. Basuki mengatakan, komponen layanan masyarakat terdiri dari ketersediaan, keterjangkauan dan kualitas layanan. "Keterjangkauan didorong dengan dua kebijakan yaitu kebijakan kompetisi dan kebijakan tarif layanan telekomunikasi," kata Basuki. Dia mengatakan, kebijakan kompetisi dilakukan dengan membangunkan operator yang telah mempunyai lisensi (sleeping license) untuk segera beroperasi. "Kebijakan tarif salah satunya mengenai voice dengan kebijakan tarif interkoneksi," tambah Basuki.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008