Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antar bank di Jakarta pada Jumat berpeluang menguat seiring sinyal "dovish" atau kebijakan moneter longgar oleh bank sentral AS The Federal Reserve
"Pagi ini mata uang kuat Asia yen dan dolar Hong Kong dibuka menguat terhadap dolar AS masih terbawa sentimen pidato Gubernur The Fed. Kemungkinan rupiah juga terbawa menguat menuju kisaran antara Rp14.000 sampai Rp14.050 per dolar," kata ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih di Jakarta, Jumat.
Dari eksternal, inflasi AS tercatat 1,6 persen (yoy), terendah dalam empat bulan terakhir dan melambat dari Mei yang sebesar 1,8 persen (yoy). Perlambatan ini karena harga makanan dan energi yang turun. Sementara inflasi inti tercatat 2,1persen (yoy), diatas perkiraan ekspektasi konsensus 2 persen (yoy).
"Kendati inflasi AS tidak menjadi fokus utama kebijakan suku bunga The Fed, namun dengan angka inflasi yang masih relatif rendah membuat kekawatiran melambatnya ekonomi semakin kuat, yang bisa membuat kemungkinan The Fed semakin besar menurunkan suku bunganya," ujar Lana.
Gubernur The Fed Jerome Powell mensinyalkan akan menurunkan suku bunganya. Pelaku pasar perkirakan The Fed akan melakukannya pada pertemuan 30-31 Juli 2019 ini.
Pada pukul 9,48 WIB, rupiah masih melemah 18 poin atau 0,12 persen menjadi Rp14.085 per dolar AS dibanding posisi sebelumnya Rp14.067 per dolar AS.
Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada Jumat ini menunjukkan, rupiah menguat menjadi Rp14.085 per dolar AS dibanding hari sebelumnya di posisi Rp14.089 per dolar AS.
Baca juga: Kurs rupiah Jumat pagi melemah 23 poin
Baca juga: Rupiah menguat seiring harapan The Fed turunkan suku bunga
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019