Baubau (ANTARA) - Mantan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, inisial ZA menggugat SK pemecatannya sebagai PNS ke Badan Pertimbangan Kepegawaian (Bapek).
ZA yang berprofesi sebagi dokter ahli merupakan satu dari 10 PNS koruptor yang diberi sanksi Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PDTH) melalui Surat Keputusan (SK) Wali Kota Baubau, AS Tamrin pada akhir April 2019 lalu.
Baca juga: Belasan ASN korup di Papua Barat diberhentikan
Baca juga: Pemkab Supiori berhentikan tidak dengan hormat ASN korup
Baca juga: PNS korup harus diberhentikan tidak hormat
Baca juga: Bamsoet desak pemerintah berhentikan 307 ASN korup
"SK pemecatan saya terima 7 Mei 2019. Gugatan saya sudah terdaftar di Bapek Jakarta tanggal 20 Mei 2019 lalu dan sekarang masih berproses," ujarnya, ZA, di Baubau, Jumat.
Sebelum menggugat, ia mengaku berkonsultasi terlebih dahulu ke AS Tamrin dan Sekretaris Daerah Roni Muhtar dan keduanya tidak mempersoalkan atas upaya yang dilakukannya tersebut.
"Memang berdasarkan aturan itu dibolehkan. Karena berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) 53 tahun 2010 bahwa mereka yang keberatan terhadap SK itu boleh menggugat," katanya.
Ia menuturkan, gugatan ini bertujuan untuk membatalkan SK pemecatannya. Kalau pun Bapek tetap menguatkan SK Wali Kota, maka pihaknya akan banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
ZA cukup optimis upayanya tersebut akan membuahkan hasil. Sebab, vonis korupsi tersebut terjadi pada 2008 atau sebelum terbit regulasi tentang pemecatan PNS koruptor. Apalagi, ada pula yurisprudensi atau putusan hakim terdahulu yang membatalkan SK pemecatan PNS.
"Tanggal 2 juli lalu ada lagi keluar dari keputusan Bapek terhadap 42 orang. Salah satu kasus seperti saya, dia bebas atau membatalkan SK Bupati yang memecat PNS tersebut," katanya dokter ahli kandungan ini.
Dia mengaku, hingga saat ini Pemkot tetap menggunakan tenaganya sebagai dokter ahli, tetapi sejak Mei lalu sudah tak menerima lagi gaji sebagai PNS. "Kalau sebagai dokter ahli normalnya pensiun lagi sembilan tahun atau nanti umur 65 tahun," katanya.
Dia juga menceritakan, dalam kasusnya pada 2008 lalu divonis satu tahun penjara dan menjalani kurungan hanya enam bulan karena remisi. Kemudian, dirinya dipanggil kembali Pemkot Baubau ketika Wali Kota Baubau masih Amirul Tamim untuk bekerja dan tak pernah dipecat.
"Dalam rentang waktu itu, tentu saya mengalami kenaikan pangkat dari IIIB ke IIIA kemudian ke IVB. Kemudian, ada juga penghargaan Satya Lencana dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2014," tukasnya.
Hingga akhirnya terbit SK Bersama tentang pemecatan PNS koruptor yang diteken Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi Syafruddin dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana.
"Pada dasarnya saya memaklumi pak Wali mengeluarkan SK pemecatan itu, karena memang perintah SKB itu berlaku untuk semua kasus korupsi," tambahnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Baubau, Asmaun mengatakan, 10 PNS Pemkot Baubau dilakukan Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PDTH). "Kita sudah laksanakan pemecatan itu sejak akhir April, kita sudah SK-kan. Kalau sudah dipecat berarti sudah tidak dapat tunjangan pensiun," ungkapnya.
10 PNS yang dipecat itu, kata dia, rata-rata sudah lama divonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kendari. Bahkan mereka sudah selesai menjalani hukum penjara. "Putusannya kita ambil dari Pengadilan Tipikor Kendari. Kita tidak lihat berapa lama hukumannya, kalau putusan Tipikor kita diwajibkan memecat," ujarnya.
Selain 10 orang tersebut, kata dia, ada juga tiga PNS yang pernah tersandung korupsi. Hanya saja saat terbit Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga instansi pemerintah pusat tentang pemecatan PNS korupsi, ketiga orang tersebut sudah pensiun lebih dulu.
"Tiga orang kita belum SK-kan karena mereka sudah pensiun. Ini sudah kewenangan Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk mencabut pensiunnya. Kita sudah bersurat ke BKN, tapi belum ada respon sampai sekarang," ujarnya.
Pewarta: Abdul Azis Senong
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019