Surabaya (ANTARA News) - Penulis novel laris, Ayat-Ayat Cinta, Habiburrahman El Shirazy atau Kang Abik mengemukakan, lewat novelnya ia ingin mengajak mahasiswa untuk meningkatkan kualitas prestasinya dari yang biasa menjadi luar biasa. "Kalau dulu mahasiswa menguasai bahasa Inggris saja sudah cukup, sekarang harus naik grade-nya. Misalnya seorang ekonom selain menguasai bahasa Inggris juga bahasa Arab dan bahasa lainnya," katanya dalam acara bedah buku di Gramedia Expo, Surabaya, Minggu. Ia mengemukakan bahwa dengan meningkatkan kualitas prestasi para mahasiswa di bidangnya masing-masing, seperti yang ditampilkan tokoh Fahri dalam novel yang sudah naik cetak ke-32 dan laku lebih dari 450.000 eksemplar itu, maka diharapkan Indonesia akan maju. Menurut dia, dengan menulis novel itu diharapkan juga memberikan manfaat bagi para pembacanya untuk memiliki benteng moral yang kuat dalam menghadapi perkembangan dunia. Dikatakannya, benteng moral paling kuat itu adalah agama, karena semua agama mengajarkan kebaikan. "Dalam novel ini, cinta yang dimaksud adalam cinta sesuai Islam, yakni yang bertanggung jawab. Namun sebetulnya cinta dalam novel itu bukan sekadar cinta. Cinta hanya lah kemasan agar kisah dalam buku ini menjadi indah," kata lelaki yang belajar menulis sejak Madrasah Aliyah itu. Ia mengaku belum puas dengan beredarnya Ayat-ayat Cinta. Ia sudah sangat ingin untuk mengoreksi bagian-bagian dalam novel dengan seting cerita di Mesir itu. Karena banyak desakan dari pembacanya, ia berniat untuk melanjutkan cerita itu menjadi novel tersendiri. "Banyak yang meminta saya agar Fahri dibawa ke Indonesia sehingga tidak mengawang-awang di Mesir. Sebetulnya alur awal novel ini Fahri pulang kampung dan membawa istrinya, Aisyah," kata lelaki berkaca mata yang mengenyam pendidikan di Universitas Al Azhar, Kairo itu. Dikisahkan bahwa Fahri membawa isterinya ke kampung halamannya dengan kondisi rumah yang masih berdinding bambu (gedek). Bahkan untuk buang hajat harus menggali tanah di belakang rumahnya. "Si Aisyah tidak bisa tidur karena gedek rumah suaminya jarang-jarang dan banyak nyamuk lagi. Aneh juga si Fahri ini, seharusnya dia bawa istrinya ke hotel atau apa. Mudah-mudahan novel lanjutannya ini lebih dahsyat," kata pria kelahiran 30 September 1976 itu. Pada kesempatan itu, Kang Abik kembali menceritakan lahirnya novel yang sebetulnya berawal dari cerita pendek yang belum selesai itu. Cerpen dengan judul, "Suatu Hari di Musim Panas" ditulis saat ia baru pulang dari Kairo tahun 2002 sebanyak dua halaman. "Bulan Mei 2003 saya mengalami kecelakaan naik sepeda motor saat mau pergi ke Yogyakarta dan mengalami patah tulang kaki. Saya dirawat di rumah sakit sembilan hari dan oleh dokter tidak diperbolehkan kemana-mana selama sepuluh bulan agar kaki saya tidak menapak," katanya. Saat itu ia merasa dihinggapi rasa putus asa karena membayangkan dirinya tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Ia kemudian mencoba melawan perasaan itu dengan mencoba menulis cerpen untuk dikirim ke media massa. Akhirnya ia teringat cerpennya yang belum selesai. "Setelah saya teruskan di malam hari ternyata bablas 23 halaman. kemudian saya azamkan (niatkan) menjadi novel. Kemudian saya buatkan alur ceritanya dan mulai besoknya saya garap. Saya menyelesaikan novel itu selama satu bulan," katanya. Ia juga mengungkapkan, mengumpulkan banyak informasi, salah satu ilham dari novel itu adalah ayat Alquran Surat Az Zukhruf ayat 67.(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008