Jakarta (ANTARA) - Terdakwa kasus penghilangan dan perusakan barang bukti terkait kasus dugaan pengaturan skor sepak bola, Joko Driyono (Jokdri) mengatakan dirinya dihakimi oleh publik dan media.
“Di tengah proses penyelidikan perkara Persibara Banjarnegara saya telah dihakimi, bukan oleh pengadilan, tetapi saya telah diadili oleh syahwat-syahwat publik atas pemberitaan media yang seolah-olah menempatkan saya dalam posisi sebagai mafia bola dan mafia perebut skor,” ucap Jokdri di depan majelis hakim.
Pernyataan ini dibacakan Jokdri sebagai salah satu isi pledoi (pembelaan) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (11/7).
Baca juga: Joko Driyono enggan komentari tuntutan jaksa
Baca juga: Joko Driyono akan menyampaikan pembelaan sendiri
Baca juga: Kuasa hukum yakin dakwaan terhadap Joko Driyono tak terbukti
Jokdri juga mengatakan stigma-stigma yang menempel padanya tersebut telah ia rasakan selama berbulan-bulan.
“Seolah saya lah aktor di balik perkara Persibara Banjarnegara,” tambahnya.
Mantan PLT Ketua Umum PSSI ini juga mengatakan bahwa dirinya tidak akan berhenti mencintai sepak bola dan berharap agar majelis hakim membuka pintu keadilan untuk dia.
Pada akhir pembacaan pembelaannya, Jokdri membacakan arti dari surat Al-Maidah ayat delapan.
Persidangan pembacaan pledoi ini dijadwalkan pukul 14.00 WIB, namun baru dimulai sekitar pukul 17.00 WIB dan telah di skors dua kali untuk shalat Ashar dan Maghrib.
Pengajuan pledoi ini atas tuntutan yang telah dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan pada Kamis lau (4/7).
Isi pledoi yang dibacakan kuasa hukum mantan Pelaksana Tugas Ketua Umum PSSI ini menjelaskan tentang fakta hukum bahwa Jokdri tidak terbukti melakukan perbuatan hukum sesuai dakwaan JPU.
Sedangkan untuk pledoi yang dibacakan Jokdri akan berisi pembelajaran terdakwa secara pribadi.
Untuk diketahui, Joko Driyono dituntut hukuman 2 tahun 6 bulan penjara atas perbuatan merusak barang bukti terkait skandal pengaturan skor.
Pewarta: Pamela Sakina
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019