Jakarta (ANTARA News) - Presidium Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia menilai, DPR telah melakukan "penjarahan" terhadap UU Pemilu karena membolehkan parpol tak mencapai "electoral threshold" (ET) menjadi peserta Pemilu 2009, sebagaimana dituangkan dalam Aturan Peralihan RUU Pemilu baru. "Ini tindakan politik yang sangat tidak etis dan tak bermartabat. Karena sudah ditegaskan pada UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD dan DPRD, hanya Parpol dengan perolehan ET tiga persen yang dapat ikut kembali sebagai peserta Pemilu," kata Ketua Presidium Persatuan Alumni (PPA) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Palar Batubara, di Jakarta, Minggu. ET adalah perolehan suara minimum agar bisa mengikuti pemilu kembali. Dalam pernyataan politiknya sehubungan pembahasan RUU Pemilu, Palar Batubara mengatakan pada waktu penyusunan UU Nomor 12 Tahun 2003, rakyat menginginkan penyederhanaan Parpol yang berlangsung secara alamiah. Tetapi sekarang, dengan rencana aturan baru tersebut, maka akan semakin banyak lagi parpol peserta pemilu sehingga rakyat kian bingung menentukan pilihan politiknya. "Selain itu, ada pengalaman hampir lima tahun ini, bahwa dengan banyaknya partai dan fraksi di DPR, ternyata tidak mampu memberikan nilai tambah pada rakyat dan Pemerintah. Terlampau banyak yang dihadapi, namun hasilnya tidak maksimal," ujarnya. Malah, Palar Batubara atas nama PPA GMNI mengatakan, dalam bereksistensi, ada kecenderungan partai-partai itu, terutama yang tidak mencapai tingkatan ET tiga persen, tak menginginkan adanya perbaikan sistem politik di negeri ini. "Coba kita perhatikan, bahwa sebagian besar partai tersebut kacau dan carut marut. Mereka mengalami perpecahan internal di partainya dan saling memecat sesama pengurus, sementara konstituennya sebenarnya sudah tidak ada lagi, atau tak signifikan sebagai partai," ungkapnya. Ikut Pemilu Lagi Sekarang ini, lanjut Palar, dengan membuat Aturan Peralihan di RUU Pemilu yang baru, partai-partai tadi (termasuk yang tidak mencapai ET tiga persen) bisa ikut pemilu lagi asalkan melakukan hal-hal tertentu, misalnya bergabung. "Aturan peralihan ini benar-benar patut dipertanyakan dan diperdebatkan lagi. Karena partai-partai itu bisa ikut lagi (Pemilu) tanpa perubahan macam-macam dalam internalnya, seperti amanat UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu sebelumnya," katanya. Pengesahan RUU Pemilu yang baru terus mengalami penundaan, karena masih terdapat sejumlah pasal krusial yang mengundang perdebatan sengit beberapa fraksi. Kedua pasal itu, pertama menyangkut penghitungan sisa suara, apakah habis di Daerah Pemilihan (Dapil) atau ditarik ke provinsi. Kedua, soal penentuan calon terpilih yakni jika ada dua calon memperoleh lebih dari 30 persen apakah melalui metode nomor urut atau suara terbanyak. Namun, dari sejumlah pendapat terakhir yang berkembang, terutama dari Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla dan Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali, pengesahan RUU Pemilu bisa selesai Senin (3/3). "Voting juga merupakan bentuk demokrasi. Jadi kalau tidak ada kata mufakat dalam musyawarah, maka voting bisa juga," kata Jusuf Kala, usai melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Minggu. (*)
Copyright © ANTARA 2008