Mataram (ANTARA) - Aktivis Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (Somasi) Nusa Tenggara Barat menanggapi penghentian penyelidikan kasus dugaan penyimpangan dalam proyek pengadaan buku kurikulum 2013 (K13) dari Kementerian Agama (Kemenag) RI untuk sekolah madrasah.
Johan Rahmatulloh, peneliti Somasi NTB, di Mataram, Kamis, menilai langkah hukum yang ditetapkan Polda NTB ini akan menjadi tolok ukur publik dalam penanganan sebuah perkara di lingkup kepolisian.
"Langkah ini tentu bisa memberikan dampak pesimisme bagi publik dalam melaporkan sebuah kasus dugaan korupsi," kata Johan.
Pandangan itu diungkapkannya karena sekelas hasil investigasi Ombudsman RI Perwakilan NTB yang berstatus lembaga negara saja bisa dihentikan, apalagi investigasi yang dilakukan oleh publik.
"Ini tentu saja akan menciptakan kondisi buruk di tengah masyarakat untuk terlibat aktif dalam melaporkan kasus korupsi," ujarnya.
Memang dari sisi penegakan hukum, kasus yang dihentikan dalam tahap penyelidikan ini sudah menjadi kewenangan penyidik kepolisian. Namun Somasi NTB masih mempertanyakan sejauh mana kredibilitas penghentian kasusnya.
"Patut juga dipertanyakan, sejauh mana koordinasi dan supervisi yang dilakukan oleh Polda NTB dalam kasus pengadaan buku di Kemenag NTB ini kepada KPK," ujarnya lagi.
Somasi NTB melihat perlakuan dalam penanganan kasus pengadaan buku madrasah ini nampak jauh berbeda dengan kasus yang kerap bolak-balik ke KPK.
Lebih lanjut, Somasi NTB berharap kepada aparat penegak hukum, khususnya Polda NTB untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh dalam penanganan korupsi. Bila perlu, evaluasi di lingkup jajaran dilakukan untuk mengoptimalkan penanganan korupsi.
Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda NTB Kombes Syamsudin Baharuddin mengatakan, penyelidikan kasus pengadaan buku madrasah dihentikan karena tidak ditemukan indikasi yang mengarah pada unsur penyimpangannya.
Baca juga: Pemkot NTB gelar pencegahan, pemberantasan korupsi dan saber pungli kepada OPD
"Dana yang dikelola masing-masing madrasah, dana BOS, itu semua sudah sesuai penggunaannya, untuk membeli buku, jadi tidak ada masalah," ujarnya.
Dalam progres penanganannya, Tim Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda NTB telah melakukan serangkaian klarifikasi kepada sejumlah pihak terkait, termasuk pejabat Kementerian Agama yang menjadi stakeholder pengadaan buku tersebut.
Tidak hanya unsur pejabat dari Kanwil Kemenag NTB, pihak kepolisian menelusuri jalurnya hingga ke Kemenag RI di Jakarta.
Penyelidikannya berangkat dari hasil temuan Ombudsman RI Perwakilan NTB yang mengindikasikan pembelian buku sengaja dimenangkan ke satu perusahaan, yakni PT AK yang berkantor di Kabupaten Lombok Timur.
Berdasarkan temuan tersebut, Polda NTB kemudian menindaklanjutinya dengan mengusut kasus yang membongkar adanya dugaan maladministrasi dalam pengadaan buku untuk 2.256 madrasah di NTB.
Pengadaan yang menelan dana APBN Tahun Anggaran 2018 dengan nilai Rp200 miliar itu digelontorkan Kemenag RI langsung ke rekening 2.256 sekolah madrasah di NTB.
Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019