"Sekalipun presiden lebih banyak memilih dari kalangan profesional, sebaiknya partai politik mendukung langkah itu, bukan menyandera pilihan presiden," kata Afdal di Jakarta, Kamis.
Sebenarnya Presiden Joko Widodo lebih leluasa memilih calon menterinya karena ia akan memimpin pada periode kedua.
Baca juga: Jokowi harus kedepankan aspirasi rakyat dalam menyusun kabinet
Baca juga: Ray Rangkuti perkirakan Kementerian Desa jadi rebutan partai
Baca juga: Pengamat nilai wajar ada partai yang gencar bicara posisi menteri
Tidak seperti kepemimpinan pertamanya, presiden tentunya sedikit banyaknya memiliki beban elektoral serta harus menjaga koalisi untuk memastikan pemenang pilpres periode selanjutnya.
"Ketika itu suara parpol koalisi harus diakomodasi, tetapi setelah periode kedua Presiden Jokowi tak lagi ikut pilpres, seharusnya dia lebih bebas memilih menteri," katanya.
Meski lebih leluasa, ternyata masih ada peluang bagi partai politik untuk "memaksa" presiden memberikan jatah menteri.
"Contohnya, kalau presiden memilih dari kalangan profesional saja, nanti apa-apa program presiden di 'sandera' saat masuk ke DPR, karena tidak dapat jatah menteri," ujarnya.
Afdal menilai, presiden tidak mungkin tidak mengalokasikan jatah menteri dari politisi parpol, namun setidaknya partai politik memberikan keleluasaan kepada Presiden Jokowi untuk menentukan naman-nama dan proporsi menteri yang akan diambil baik dari parpol maupun profesional.
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019