Tokyo (ANTARA News) - Keluarga dari warga Jepang yang diculik agen-agen Korea Utara meminta Amerika Serikat (AS) untuk tetap memasukkan Korut dalam daftar hitam negara-negara pendukung terorisme, guna memudahkan Jepang menekan negara tetangganya itu menuntaskan kasus yang selama ini menjadi penghalang normalisasi kedua negara. Para keluarga korban penculikan, seperti dikutip NHK di Tokyo, Sabtu, mengemukakan bahwa penuntasan kasus penculikan warga Jepang oleh Korut akan semakin sulit jika negara tersebut keluar dari daftar negara teroris. Permohonan tersebut disampaikan oleh para anggota keluarga korban penculikan dalam aksi pawainya yang digelar di ibukota Jepang, pada Rabu (29/2) hingga malam harinya. Aksi unjuk rasa itu dilakukan bersamaan dengan kunjungan Menlu AS Condoleezza Rice ke Jepang. Rice sendiri mengemukakan bahwa pihaknya sudah mengusulkan agar pemerintah AS tidak terburu-buru mengeluarkan Korut dari daftar hitam kelompok negara-negara yang mendukung aksi terorisme. Shigeo Iizuka, saudara dari perempuan yang diculik Korut, mengatakan, pencabutan Korut dari daftar teroris akan semakin mengaburkan fakta kebenaran aksi penculikan. Ia juga meminta pemerintah Jepang melakukan segala upaya untuk mencegah penghapusan Korut dari daftar hitam tersebut Korea Utara sendiri dikabarkan sangat kecewa dengan penundaan penghapusan negaranya dari daftar teroris. Ketua delegasi Korut untuk pembicaraan enam negara (six party talks), Kim Kye Gwan bahkan memprotes kebijakan AS itu. Pembicaraan enam negara saat ini memang mengalami kebuntuan, setelah Korut gagal mengumumkan secara resmi upayanya menghapuskan program senjata nuklirnya, seperti yang dijanjikan sebelumnya. AS bersama China, Korsel, Rusia dan Jepang menekan Korut untuk secepatnya menghapuskan program nuklirnya. Upaya itu dilakukan melalui pembicaraan enam, termasuk Korut sendiri. Penuntasan kasus nuklir Korut, seperti diakui oleh juru runding nuklir Amerika Serikat, Christopher Hill, tidak akan berhasil jika Korea Utara dan Jepang tidak menyelesaikan perselisihan mereka secepatnya. Christopher Hill mengatakan bahwa menyelesaikan isu penculikan yang dilakukan Korea Utara terhadap warga Jepang sangat penting untuk keberhasilan pembicaraan nuklir yang melibatkan enam negara. Korea Utara telah mengaku menculik warga Jepang dalam tahun 1970-an dan 1980-an. Negara itu membebaskan lima orang yang diculik tahun 2002, tetapi Jepang mengatakan masih banyak warga Jepang yang ditahan Korea Utara. Isu tersebut telah menegangkan hubungan antara kedua negara selama bertahun-tahun. Intelijen Jepang menyebutkan ada lebih dari 30 warganya yang diculik, namun Korut ternyata justru mengakui hanya sebelas, dan lima di antaranya sudah kembali ke Jepang. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008