Tokyo (ANTARA News) - Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla mengakui bahwa masalah perburuhan di Indonesia masih menghantui pandangan para pebisnis Jepang yang menilai sikap buruh Indonesia radikal, sehingga membuat investor asal Negeri Sakura itu "ngeri" untuk menanamkan modalnya. "Saya tadi masih mendapatkan banyak pertanyaan soal buruh, namun sebenarnya bagi saya, ini hanyalah persepsi yang timbul dari pihak Jepang," kata wapres dalam jumpa persnya dengan rombongan wartawan Indonesia di Tokyo, Kamis. Jumpa pers dilakukan Wapres usai melakukan serangkaian pertemuan dengan pimpinan dari perusahaan Jepang seperti Mitsubishi, Mitsui serta JETRO di Hotel Imperial Tokyo. Pertemuan dengan pihak Jepang yang disaksikan juga oleh Dubes RI untuk Jepang Jusuf Anwar itu, dilakukan dalam rangka bertukar pikiran serta membangun kembali komitmen investasi perusahaan-perusahaan Jepang. Menanggapi persoalan buruh ini, Jusuf Kalla kemudian menjelaskan berbagai upaya yang sudah dilakukan pihak Indonesia, termasuk kebijakan pemerintah yang mengevaluasi kembali UU Tenaga Kerja. Pemerintah juga menekankan langkah kongkrit yang telah diambil, seperti membentuk tim khusus guna memberikan masukan untuk menyempurnakan ketentuan di bidang perburuhan tersebut. Wapres kemudian mempersilahkan Sofjan Wanandi yang juga Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) untuk menjelaskan kepada pers materi pembicaraan yang dibahas dengan pihak Jepang. Sofjan Wanandi mengemukakan bahwa pemerintah telah berupaya keras memperbaiki iklim perburuhan yang ada, seperti memberdayakan lembaga Bipartit, guna menyelesaikan perselisihan perburuhan sedini mungkin sehingga tidak mempengaruhi kinerja perusahaan. "Juga telah dibentuk lembaga Bipartit nasional yang juga berupaya untuk menyelematkan industri nasional dengan menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan," kata Sofjan lagi. Selain itu, penyempurnaan UU perburuhan juga terkait erat dengan perbaikan UU Jamsostek sehingga persoalan buruh ini bisa tertangani secara komprehensif.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008