Sulawesi Tengah memiliki keunggulan komparatif dengan cadangan sumber daya nickel pig iron (besi mentah), biji besi, dan gas yang sangat bisa diandalkan

Palu (ANTARA) - Sulawesi Tengah (Sulteng) menjadi salah satu daerah di Indonesia yang potensial dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi di atas rata-rata pertumbuhan nasional.

Sumber daya alam seperti sektor perkebunan, pertanian, pertambangan, serta kelautan dan perikanan, menjadi pendongkrak utama Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), sekaligus penopang pertumbuhan ekonomi Sulteng.

Adanya Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) menguntungkan bagi daerah ini. IBS berperan di semua sektor potensial, sehingga memberikan kontribusi terhadap kemajuan Sulteng sebagai daerah yang besar di Kawasan Timur Indonesia.

"Sulawesi Tengah memiliki keunggulan komparatif dengan cadangan sumber daya nickel pig iron (besi mentah), biji besi, dan gas yang sangat bisa diandalkan," kata Anggota DPR-RI Ahmad M Ali.

Ahmad M Ali mengemukakan Sulteng berpotensi menjadi pusat industri atau manufaktur di Pulau Sulawesi dan Kawasan Timur Indonesia pada tahun 2024. Dengan adanya potensi besar itu, ia optimistis tahun 2024, Sulteng akan menjadi pusat industri manufaktur di Pulau Sulawesi dan Kawasan Timur Indonesia.

Menurut dia, Sulteng merupakan provinsi terbesar di Pulau Sulawesi dengan luas wilayah daratan 68,033 kilometer persegi dan panjang pantai mencapai 189,480 kilometer persegi.

Untuk menjadi daerah yang maju dengan pertumbuhan ekonomi yang besar, yang berimbas pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, bukanlah perkara mudah bagi Pemerintah Provinsi (Pemrov) Sulteng.

Gubernur Sulteng Longki Djanggola mengatakan investasi dan ekspor merupakan kunci pembangunan ekonomi di 13 kabupaten dan kota di provinsi itu. Tanpa dua hal itu perekonomian warga di daerah-daerah tersebut diyakini tak akan meningkat pesat seperti daerah-daerah lain di Indonesia yang telah lebih dulu maju lewat kegiatan investasi dan ekspor yang begitu instens.

Gubernur mengatakan saat ini telah memasuki era kompetisi dengan berbagai persaingan di berbagai bidang, antara lain persaingan untuk menarik investor yang menjadi fokus pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah.

"Mengapa ini bisa terjadi, karena investasi dan ekspor adalah kunci pembangunan ekonomi suatu wilayah," kata Gubernur Longki Djanggola. Oleh karena itu ia mengimbau seluruh bupati dan wali kota di Sulteng untuk mendorong tumbuhnya investasi di daerah yang mereka pimpin.

Carannya, kata dia, antara lain menciptakan iklim investasi yang kondusif, memacu aktivitas penanaman modal bagi peningkatan daya saing perekonomian nasional, dan meningkatkan infrastruktur pendukung yang memadai.


Pendorong Pertumbuhan

Pertumbuhan ekonomi Sulteng sangat relatif terutama pada periode 2015 - 2017. Delapan tahun terakhir terhitung tahun 2011 hingga tahun 2018, pertumbuhan ekonomi Sulteng pada 2011 di angka 9,82 persen, pada 2012 mencapai 9,53 persen, pada 2013 sebesar 9,59 persen, pada 2014 sebesar 5,07 persen, pada 2015 mencapai 5,50, pada 2016 sebesar 9,94, pada 2017 7,10 dan pada 2018 mencapai 6,30 persen.

Perekonomian Sulteng 2018 masih tetap tumbuh dengan angka yang cukup menggembirakan, sekalipun empat daerah yakni Kota Palu, Kabupaten Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong, didera bencana alam gempa bumi, tsunami dan likuefaksi pada 28 September 2018.

Menurut Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sulteng perekonomian di Sulteng tahun 2018 tumbuh 6,30 persen, sesuai dengan proyeksi awal di kisaran 6,1 sampai 6,5 persen.

"Walaupun mengalami penurunan dibanding tahun 2017 yakni 7,10 persen, saya kira pertumbuhan ekonomi di Sulteng terutama di tiga daerah tersebut cukup tinggi, sebab masih sanggup tumbuh pascabencana yang cukup besar," kata Kepala Kantor Perwakilan BI Sulteng Miyono.

Beberapa faktor dari internal maupun eksternal dapat menjadi pendorong sekaligus penghambat pertumbuhan ekonomi pada tahun 2018. Faktor tersebut ialah :

Gas Amonia

Korporasi pengolahan gas amonia telah mampu memproduksi sebesar 300.000 metrik ton pada Juli 2018, walaupun sempat mundur dari jadwal produksi perdana. Jumlah produksi itu terhitung cukup besar, disebabkan utilitas produksi telah mencapai 116 persen dari kapasitas produksi 700.000 metrik ton. Atas produksi itu, gas amonia mampu menyumbang ekspor sebesar 98,74 miliar dolar AS selama periode Juli - Desember 2018.

Dengan besaran tersebut, gas amonia mampu menyumbang 4,88 persen dari total ekspor Sulteng pada periode yang sama. Diperkirakan pada tahun 2019, angka itu akan bertambah karena produksi dimulai pada awal tahun.

Diversifikasi Sektor Investasi

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Sulteng menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di provinsi tersebut pada 2018 juga di topang oleh realisasi investasi yang mencapai Rp21,7 triliun.

Kepala DPMPTSP Christina Shandra Tobondo mengemukakan realisasi investasi tersebut lebih tinggi dari target tahun 2018 sebesar Rp20,3 triliun. Pencapaian ini tidak lepas dari terdiversifikasinya realisasi investasi berdasarkan sektor.

"Tahun 2017 realisasi investasi sebagian besar ditopang oleh realisasi investasi pada industri logam dasar yang mencapai 62 persen. Tahun 2018 terdapat tujuh sektor yang berperan penting yaitu industri logam 23 persen, sektor perkebunan 13 persen dari total investasi. Hal ini di sebabkan rencana replating perkebunan kelapa sawit oleh beberapa korporasi," ujar Shandra.

Nilai Hilirisasi HRC-CRC

Hilirisasi nikel sudah menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Sulteng. Pada tahun 2018 hilirisasi nikel memiliki produk baru yakni hot and cold rolled coiled atau HRC dan CRC. Produk itu meningkatkan nilai tambah ekspor Sulteng. Total realisasi ekspor hilirisasi nikel mencapai 3,43 miliar dolar AS atau tumbuh hingga 83,55 persen (yoy) di bandingkan dengan tahun 2017 yang hanya mencapai 1,87 miliar dolar AS.


Industri Manufaktur

Industri manufaktur besar dan sedang mempunyai peran yang sangat vital terhadap pertumbuhan ekonomi Sulteng. IBS menjadi sumber pertumbuhan tertinggi dalam iklim ekonomi Sulteng.
Pertumbuhan ekonomi Sulteng tahun 2018 mencapai 6,30 persen, dan berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional 5,17 persen. Hal itu tidak lepas dari peran IBS sebagai sumber pertumbuhan ekonomi yang mencapai 1,22 persen.

Kepala BPS Sulawesi Tengah Faizal Anwar mengemukakan pada 2018 sektor-sektor perekonomian Sulteng secara umum mengalami peningkatan pertumbuhan walaupun ada beberapa sektor mengalami pelambatan akibat dari bencana 28 September 2018.

"PDRB Sulteng maupun industri manufaktur sama-sama mengalami pertumbuhan yang positif dibanding tahun sebelumnya, yakni sebesar 6,30 persen untuk PDRB dan 9,77 persen untuk industri manufaktur," ucap Faizal Anwar.

Tahun 2018, nilai kontribusi sektor industri manufaktur terhadap PDRB pada tahun 2018 mencapai Rp18,98 miliar. Peran IBS juga berdampak terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya yang juga mengalami peningkatan, seperti perdagangan, angkutan dan komunikasi, persewaan khususnya pada daerah di sekitar sektor IBS.

Investasi di Kawasan Industri Morowali

Indonesia Morowali Industrial Park atau PT IMIP merupakan perusahaan pengelola kawasan industri di Morowali dengan luas lahan 2.000 hektare dan akan dikembangkan menjadi 3.000 hektare area. Kawasan IMIP dan industri merupakan kerja sama antara Bintang Delapan Group dari Indonesia dan Tsinghan Steel Group dari China.

Total kapasitas produksi smelter nikel pig iron sebesar 2 juta ton/tahun dan 3,5 juta ton stainless steel/tahun. Nilai ekspor mencapai 2 miliar dolar AS pada tahun 2017 dan naik menjadi 3,5 miliar dolar AS pada tahun 2018.

Pada 2017 ekspor stainless steel dari Morowali sebesar 2,6 miliar dolar ASd engan nilai investasi sebesar 4 miliar dolar AS. Di perkirakan pada 2018 nilai investasi mencapai 5 miliar dolar AS dengan nilai ekspor mencapai 5 miliar dolar AS dengan tujuan India, Amerika Serikat, dan Eropa.

Investasi di Tojo Una-una

PT Saraswati Coconut Product adalah perusahaan penanaman modal asing yang memproduksi berbagai macam produk kelapa. Perusahaan ini beraktivitas di Desa Mantangisi, Kecamatan Ampana Tete, Kabupaten Tojo Una-una, Sulteng.

Perusahaan tersebut memproduksi berbagai jenis produk salah satunya yakni desiccated coconut dan frozen coconut concentrate. Perusahaan ini telah mengembangkan teknologi terbaru untuk mengolah buah kelapa.

"Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia, produksinya mencapai 18 juta ton/tahun. Nah, sementara di Kabupaten Tojo Una-una kelapa tumbuh subur dan menjadi salah satu komoditas unggulan," sebut Kepala DPMPTSP Christina Shandra Tobondo.

Pemprov Sulteng, kata Shandra, sangat berharap agar kerja sama Pemprov Sulteng dengan PT Saraswati Coconut Product terus terjalin agar dapat meningkatkan ekspor dan impor, yang dapat berdampak terhadap PDRB Kabupaten Tojo Una-una, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Selain perusahaan tersebut, Pemprov Sulteng juga berharap terjalin kerja sama yang baik dengan PT Seger Agro Nusantara yang merupakan perusahaan eksportir jagung dari Kabupaten Tojo Una-una ke Filipina.

Ekonomi Sulteng 2019

Pertumbuhan ekonomi Sulteng tahun 2019 diproyeksikan akan terus membaik pascabencana gempa, tsunami dan likuefaksi yang meluluhlantakkan Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Donggala pada 28 September 2018 lalu.

Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Sulteng tahun ini di kisaran 6,0 sampai 6,4 persen, agak melambat dibanding tahun 2018 yang berada pada kisaran 6,3 persen.

"Melambatnya pertumbuhan ekonomi ini tidak lepas dari dampak bencana. Kita tahu sendiri tiga daerah itu yang terdampak parah dari aspek ekonomi akibat bencana tersebut," kata Kepala Kantor Perwakilan BI Sulteng Miyono.

Walau melambat, Miyono mengatakan pertumbuhan ekonomi Sulteng 2019 masih lebih tinggi jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang berada di kisaran lima persen.

"Dengan mempertimbangkan indikator ekonomi domestik, kondisi ekonomi serta perkembangan konstelasi global , pertumbuhan ekonomi Sulteng pada triwulan II 2019 diprakirakan membaik pada kisaran 6,3-6,7," ujarnya.

Ia menjelaskan membaiknya perekonomian Sulteng di triwulan II 2019 pascabencana 2018 disebabkan sejumlah faktor antara lain perbaikan sektor konsumsi rumah tangga yang sempat melambat. Kemudian tingkat investasi yang semakin meningkat seiring tahap rekonstruksi yang mulai berjalan secara masif dan pengembangan pabrik pengolahan baru pertambangan migas dan nikel.

Dari sisi eksternal, tingkat ekspor diprakirakan masih berada pada level yang tinggi meskipun akan mengalami perlambatan.

"Tingkat impor diprakirakan masih akan tumbuh tinggi seiring masih kuatnya impor barang modal pendukung serta impor bahan baku industri stainless steel. Meski impor tumbuh tinggi dan ekspor tumbuh terbatas, ekspor bersih diprakirakan masih akan menghasilkan surplus," katanya.

Sementara inflasi Sulteng pada Juni 2019 nanti, lanjutnya, diperkirakan menu run dibandingkan Maret 2019. Inflasi pada Juni diperkirakan berada antara 4,6-5,0 persen.Tingkat inflasi yang melebihi target tersebut lebih disebabkan oleh faktor base effect tahun sebelumnya, khusus pascabencana yang saat itu sangat tinggi.

"Namun jika dilihat perkembangan inflasi secara year to date, tingkat inflasi pada Juni 2019 diperkirakan hanya 1,61 persen. Masih cukup jauh dari target inflasi nasional sebesar 3,5 persen," ujarnya.

Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola berbincang-bincang dengan Kepala DPMPTSP Sulteng Christina Shandra Tobondo. terkait nilai investasi Sulteng dalam Sulteng Expo 2019 (Antaranews/MUhammad Hajiji/DPMPTSP)


Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019