Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah, Kamis pagi, turun karena pelaku pasar berspekulasi melepas mata uang lokal itu, setelah menguat hingga di bawah level Rp9.100 per dolar AS. Nilai tukar rupiah melemah jadi Rp9.077/9.078 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya Rp9.053/9.076 per dolar AS atau turun 24 poin. Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib, di Jakarta, mengatakan para pelaku pasar menilai saatnya untuk mencari untung (profit-taking) dengan melepas rupiah dan berspekulasi membeli dolar AS, meski mata uang asing itu di pasar regional melemah. Spekulasi lepas rupiah masih dalam jumlah yang wajar, karena pelaku juga sedang menunggu keputusan bank sentral AS (The Fed) yang akan menurunkan suku bunga Fed fund, katanya. Rupiah, menurut dia, dinilai wajar mengalami koreksi pada pagi ini setelah mengalami kenaikan yang cukup tajam, meski pasar cenderung masih memberikan sentimen positif sejalan dengan masuknya capital inflows dari asing. "Kami optimis peluang rupiah untuk menguat lagi masih akan terjadi hanya menunggu waktu saja," ucapnya. Ia mengatakan, rupiah sebenarnya akan bisa menguat lagi, namun pelaku lebih cenderung melepasnya sambil menunggu reaksi pasar terhadap keputusan The Fed. Pelaku memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunganya sebesar 50 basis poin, setelah ketua The Fed memberi sinyal akan adanya penurunan bunga Fed fund, katanya. Pelaku, lanjut dia, juga menunggu Bank Indonesia (BI) apakah akan mempertahan suku bunganya lagi (BI Rate) atau menaikkan, tergantung dari laporan laju inflasi Februari 2008. Apabila laju inflasi Februari 2008 tetap tinggi, BI kemungkinan besar akan mempertahankan suku bunga acuannya dan untuk menaikkan BI Rate agak berat, katanya. Sementara itu, dolar AS di pasar regional cenderung melemah, karena kekhawatiran atas terjadinya resesi, akibat merosotnya penjualan sektor perumahan, dan pesanan barang tahan lama. Dolar AS terhadap yen turun menjadi 106,30 dari sebelumnya 106,50 dan terhadap euro melemah jadi 1,5116. Melemahnya dolar AS di pasar regional, karena penjualan mata uang asing itu saat ini sangat kuat, kata seorang pedagang. (*)

Copyright © ANTARA 2008