Pontianak (ANTARA News) - Setelah 3,5 tahun tanpa kabar, Jutin Lais (54) akhirnya "mengadu" ke Komnas HAM Perwakilan Kalimantan Barat mengenai hilangnya sang istri, Niyo Anak Midin (44), yang diduga diculik preman (samseng) warga Malaysia sewaktu berobat ke klinik kesehatan di Bau, Sarawak, 24 Agustus 2004. "Saya ingin Komnas HAM ikut berupaya membantu mencari istri saya. Entah bagaimana lagi mencarinya," kata Jutin Lais saat bertemu jajaran Komnas HAM Perwakilan Kalbar, di Pontianak, Rabu. Jutin dan Niyo yang tinggal di Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang, bermaksud berobat di klinik itu melalui pos lintas batas Jagoi Babang. Sebagai warga perbatasan, cukup memanfaatkan Pas Lintas Batas, mereka dapat masuk wilayah Malaysia hingga Bau. Namun selesai berobat, mereka ditangkap Lou Be dan empat orang rekannya yang seluruhnya warga Malaysia. Kemudian Jutin dan Niyo dimasukkan secara paksa ke mobil pribadi Jutin yang terparkir di depan klinik. Meski tinggal di perbatasan, namun Jutin termasuk berhasil dari usahanya sebagai petani dan pedagang sehingga wajar kalau ia memiliki mobil mewah dengan gardan ganda. Mereka lalu dibawa ke kamar di lantai 14 sebuah apartemen di Kuching. Disana ia diminta membayar uang senilai 4 juta Ringgit Malaysia (RM) sebagai kompensasi penahanan alat berat dan kayu milik Lou Be di desa Sidding, Bengkayang, oleh aparat Indonesia. "Saya dituduh sebagai pelapor pembalakan liar di Sidding oleh Lou Be sehingga ia harus berurusan dengan aparat," katanya. Jutin sendiri mengaku hanya satu kali bertemu dengan Lou Be. Dengan pertimbangan keamanan diri dan istri, ia menawari agar kompensasinya dikurangi menjadi satu juta RM serta meminta waktu untuk mencari uang sebanyak itu. Selama di apartemen itu, ia mengaku pernah dipukul empat kali. Bahkan ia pernah diancam akan dibuang dari lantai 14 apartemen tersebut. Ia juga dibawa menghadap notaris setempat agar uang yang diminta Lou Be itu diakui sebagai pembayaran utang Jutin. "Padahal satu sen pun uang Lou Be tidak pernah saya terima," kata Jutin. Ia lalu diizinkan untuk mencari uang tersebut. Namun sejak saat itulah ia tidak pernah bertemu dengan Niyo yang telah memberinya lima anak. Jutin telah meminta bantuan Kepolisian RI namun tidak mendapatkan hasil. Ia juga memanfaatkan jasa pihak ketiga dan paranormal untuk melacak keberadaan sang istri. Semuanya nihil. "Tapi saya yakin Niyo masih hidup," kata Jutin. Kasus itu sendiri telah disidangkan di pengadilan Kuching setelah Jutin melapor ke Konsulat Jenderal RI di Kuching. Pihak KJRI meneruskan informasi itu ke polisi Sarawak. Persidangan telah berlangsung empat kali. "Terakhir sidang Nopember tahun lalu dan akan dilanjutkan 6 Maret mendatang," katanya. Lou Be dan empat rekannya menjadi terdakwa. Mereka membantah telah menculik Niyo. Niyo dikatakan tidak pernah masuk ke Malaysia melalui Jagoi Babang. Menurut Jutin, bukti-bukti keimigrasian Niyo telah dihilangkan Lou Be yang juga dikenal sebagai "samseng" (preman-red), untuk menutupi jejak penculikan itu. Jutin dituding sengaja menyembunyikan Niyo agar kawanan Lou Be mendapat hukuman. "Lou Be bilang Niyo sudah dipulangkan sejak setahun lalu tetapi sengaja saya sembunyikan supaya mereka mendapat celaka," katanya. Dalam pernyataan tertulis ke Komnas HAM Kalbar, Jutin meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ikut mengambil sikap secara resmi atas peristiwa yang ia alami itu. Sementara Ketua Komnas HAM Perwakilan Kalbar, Achmad Husainie menyatakan akan menindaklanjuti laporan Jutin termasuk kemungkinan mengawasi jalannya persidangan di Kuching. "Tapi kita menunggu izin dari Komnas HAM Pusat. Untuk KJRI di Kuching, kita meminta untuk terus mengawasi jalannya persidangan," kata Achmad Husaini yang didampingi sejumlah pengurus Komnas HAM Kalbar. Ia menambahkan, sikap itu diambil dengan pertimbangan rasa kemanusiaan karena rasa aman, nyaman dalam kehidupan Jutin terganggu akibat tindakan Lou Be. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008