Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah akan tetap berpegang pada Peraturan Presiden nomor 14/2007 mengenai pembagian kewajiban penanganan korban lumpur Lapindo. Menkeu mengatakan sikap pemerintah itu kepada wartawan seusai rapat terbatas mengenai penanganan lumpur Lapindo dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Kepresidenan Jakarta, Rabu, tentang keputusan pemerintah membayar ganti rugi tiga desa di luar peta terdampak dari APBN. "Kan landasan kita adalah Perpres (No. 14/2007) yang telah memberikan batasan-batasan dan pembagian kewajiban yang harus dibayar Lapindo dalam hal ini PT Minarak dan apa yang menjadi kewajiban pemerintah. Tetap menggunakan Perpres itu, jadi tidak ada yang berubah," katanya. Menkeu menjelaskan bahwa tiga desa yang terletak antara tanggul bagian selatan luapan lumpur Lapindo dan Kali Porong perlu dibebaskan untuk memperlancar aliran lumpur ke Kali Porong. "Mekanismenya nanti dilihat dari luas desanya kemudian kita ajukan kepada DPR dalam APBNP ini berapa estimasi biaya untuk mengganti tanah yang akan menjadi milik negara itu," ujarnya. Menurut Menkeu, hal itu memang sudah menjadi konsekuensi negara sebagaimana yang tertuang dalam Perpres dan akan diperkuat landasan hukumnya melalui UU APBNP. Pada kesempatan itu Menkeu menjelaskan bahwa Lapindo tidak lepas tangan. "Tidak (lepas tangan). Lapindo tetap jelas membayar seluruh desa terdampak jumlah totalnya Rp5,5 triliun termasuk tanggul dan seluruhnya. Jadi Lapindo tidak lepas tangan, dia tetap bertanggung jawab sesuai yang diatur dalam Perpres," katanya. Sebelumnya, tanggul di KM 40, Minggu (9/1) sore jebol dan menggenangi kawasan Desa Besuki Kecamatan Jabon Sidoarjo. Sekitar 1.000 warga mengungsi di eks jalan tol. Selain Desa Besuki, dua desa lain yang juga akan dibebaskan adalah Desa Panjarakan dan Desa Kedung Jakring. Tanggul itu jebol selebar delapan meter lebih dengan kedalaman enam meter dan hingga kini masih memuntahkan air bersama lumpur. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008