Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian, Boediono, mengatakan bahwa dunia usaha, terutama industri manufaktur, jangan mengharapkan suku bunga kredit akan turun dalam dua hingga tiga tahun mendatang karena dampak buruk kasus kredit perumahan di Amerika Serikat (AS) masih akan terasa. "Mungkin beberapa bank sentral telah menurunkan suku bunganya, tetapi di pasar suku bunga tetap tinggi karena risiko yang meningkat. Jadi, jangan harap dalam dua hingga tiga tahun mendatang suku bunga turun," katanya dalam sambutan Rapat Kerja Departemen Perindustrian di Jakarta, Rabu. Untuk itu, menurut dia, para pengusaha, terutama pengembang industri manufaktur, harus berupaya untuk lebih mendorong efisiensi dan efektifitas produksi untuk mampu bersaing dengan negara lainnya. Ia mengatakan, saat ini krisis sektor keuangan akibat macetnya kredit perumahan di AS (Subprime Mortgage) telah mengakibatkan negeri adi daya itu di ambang resesi, sehingga kondisi tersebut telah mempengaruhi situasi perekonomian di berbagai negara. "Eropa telah mengalami `batuk-batuk`, Jepang juga," katanya. Efek itu, menurut dia, bisa menjadi efek domino yang mengakibatkan banyak negara terkena dampaknya termasuk Indonesia. Ia mengemukakan, saat ini meski China dan India masih terus berkembang, efek penurunan kinerja ekonomi akan terasa karena AS merupakan negara yang mengimpor barang terbesar. Bank Dunia menyebutkan, pertumbuhan ekonomi China akan turun menjadi sekitar 9,6 persen dari prediksi semula 11,4 persen karena krisis tersebut. Bila China dan India yang saat ini menjadi motor pertumbuhan di Asia terkena, maka imbasnya akan terasa juga di Indonesia karena impor ke AS yang semula akan dialihkan ke China akan terganggu. Untuk itu, ia mengatakan, salah satu caranya adalah dengan mendorong industri manufaktur terus meningkatkan kemampuan kompetisi di tingkat global. Sementara itu, bagi para perencana pembangunan, kondisi ini menuntut mereka untuk membuat kebijakan yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara cepat sehingga kebijakan tersebut tidak menjadi dokumen mati. "Rencana pembangunan adalah `living document` (dokumen hidup), yang siap untuk disesuaikan karena semakin cepatnya perubahan situasi dan lingkungan ekonomi yang terintegrasi. Kalau kita buat rencana dua tahun lalu tanpa disesuaikan ini tidak relevan ini menjadi dokumen mati," katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008