Jakarta (ANTARA) - Program Tol Laut harus dapat diberdayakan dalam rangka mengangkut komoditas perikanan terutama dari kawasan Indonesia bagian Timur dalam rangka mengatasi mahalnya beban biaya logistik yang harus diambil pengusaha perikanan bila melakukan pengiriman via jalur udara.

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim, kepada Antara di Jakarta, Selasa, sepakat bila Tol Laut saat ini masih belum efektif dan efisien sesuai dengan yang diharapkan sebelumnya.

"Sebetulnya armada laut bisa membantu (pengiriman perikanan), tetapi sayangnya belum diseriusi," kata Abdul Halim sambil menyoroti masih adanya pengusaha yang mengeluhkan pengurusan administrasi perizinan yang terkesan berbelit-belit.

Terkait hal itu, ujar Abdul Halim, maka penyederhanaan prosedur pengurusan administrasi perikanan perlu dilakukan. Namun, lanjutnya, penyederhanaan itu juga harus selaras dengan pertimbangan stok ikan yang ada.

Sebelumnya, KKP menyatakan tidak pernah mempersulit perizinan kapal ikan tetapi mendorong pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan nasional untuk dapat meningkatkan transparansi usahanya.

Dirjen Perikanan Tangkap KKP Zulficar Mochtar menjelaskan bahwa KKP tidak pernah mempersulit perizinan kapal para pelaku usaha melainkan mendorong peningkatan kepatuhan para pelaku usaha.

Saat ini, KKP mencatat setidaknya terdapat 2.874 kapal yang izinnya sudah kedaluwarsa melewati masa enam bulan dan belum memperpanjang izinPenya. Akibatnya, ujar dia, proses cek fisik pun juga harus kembali dilakukan oleh para pelaku usaha.

Terkait dengan tarif angkutan udara, sebelumnya Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) menginginkan pemerintah dapat benar-benar melindungi perdagangan komoditas hasil laut antara lain dengan meninjau ulang kenaikan tarif angkutan udara yang memberatkan kinerja ekspor pengusaha perikanan nasional.

"Pemerintah perlu segera mengambil langkah-langkah strategis untuk untuk meninjau ulang kenaikan tarif angkutan udara, yang dampaknya telah dirasakan pelaku bisnis di sektor kelautan," kata Ketua Harian Iskindo Moh Abdi Suhufan.

Menurut Abdi Suhufan, berbagai kalangan yang terdampak dari kenaikan tarif angkutan udara adalah mereka yang bergerak dalam usaha bisnis hasil laut karena kenaikan kargo udara menghambat dan menurunkan volume dari Indonesia kawasan Timur.

Ia menyatakan, kenaikan antara 100-300 persen membuat pelaku usaha hasil laut di Indonesia Timur kesulitan mengirim barang sehingga mereka yang biasanya menggunakan pesawat kini beralih ke jalur darat.

Padahal, lanjutnya, hal tersebut dapat meningkatkan risiko kematian komoditas hasil laut lebih besar karena jangka waktu pengiriman yang lebih panjang.

KKP juga diminta untuk memberdayakan Sentra Kelautan Perikanan Terpadu (SKPT) di berbagai daerah agar dapat membantu mengefektifkan program Tol Laut. "KKP bisa mengambil peran jika lokasi-lokasi SKPT yang dilalui oleh tol laut sudah beroperasi," kata Abdi.

Menurut dia, hal tersebut dapat mengefektifkan tol laut karena SKPT merupakan suatu kawasan terpadu dalam produksi dan distribusi dari komoditas kelautan dan perikanan Nusantara.

Apalagi, ia berpendapat bahwa rencana untuk dapat mengekspor langsung komoditas perikanan dari lokasi SKPT ke luar negeri sepertinya belum bisa terealisasi dalam waktu dekat, sehingga keberadaan tol laut bisa dimanfaatkan pelaku usaha perikanan yang berada di lokasi SKPT.


Baca juga: KKP desak pengusaha dapat memperpanjang izin kapal penangkapan ikan
Baca juga: Pengamat: pembenahan perizinan perikanan bakal tingkatkan pendapatan negara
Baca juga: KKP-Kemenhub diminta berkolaborasi tingkatkan kinerja tol laut

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019