Mataram (ANTARA) - Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, Nusa Tenggara Barat, menggelar sidang perdana perkara suap dari tahanan Rutan Polda NTB, dengan terdakwa Kompol Tuti Mariati.
Sidang perdananya yang dipimpin Hakim Ketua Sri Sulastri dengan anggota Fathurrauzi dan Abadi, digelar Selasa (9/7), dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum, Marollah.
Dalam agenda pembacaan dakwaannya, terdakwa Kompol Tuti nampak didampingi tim penasihat hukumnya, Edy Kurniadi dan Marhaeni.
Baca juga: Polda NTB limpahkan tersangka polwan penerima suap Dorfin Felix
Baca juga: Jaksa tahan Kompol Tuti terdakwa penerima suap kasus narkoba
Penuntut umum dalam dakwaannya, menyatakan terdakwa Kompol Tuti telah melanggar sumpah dan janjinya sebagai aparat penegak hukum untuk tidak menerima pungutan dari pihak manapun.
"Bahwa terdakwa telah memaksa saksi yang merupakan tahanan Rutan Polda NTB untuk memberikan sesuatu kepadanya," kata Marollah.
Salah satu bukti, jelas Marollah, didapatkan dari keterangan saksi Azhari, seorang tahanan narkoba yang mendekam di Rutan Polda NTB.
Dalam uraiannya, diungkapkan bahwa terdakwa Kompol Tuti meminta Azhari mengeluarkan biaya Rp300 ribu untuk penggunaan telefon genggam selama berada di dalam Rutan Polda NTB.
"Dalam keterangannya, saksi Azhari mengatakan bahwa uang Rp300 ribu diberikan kepada terdakwa, dan diminta untuk diam-diam dan jangan sampai kelihatan kamera CCTV ketika menggunakan HP (handphone)," ujarnya.
Setelah mendapatkan izin dari terdakwa Kompil Tuti, saksi Azhari dipindahkan ke kamar tahanan di lantai dua. Namun karena kurang betah dengan kondisi kamar tahanannya yang baru, saksi Azhari meminta untuk dikembalikan ke kamar tahanan di lantai satu.
"Untuk pindah kamar tahanan ini, saksi Azhari kembali diminta terdakwa membayar Rp500 ribu. Uang tersebut kemudian diberikan saksi Azhari di ruang kerja terdakwa di lantai dua," ucapnya.
Hal yang sama turut disampaikan dalam bukti keterangan saksi Firman Ramadani, seorang tahanan narkoba. Dia diminta untuk membayar Rp300 ribu karena tertangkap tangan menggunakan telepon genggam di dalam rutan.
"Dengan menawarkan uang Rp100 ribu yang hanya dimiliki saksi Firman Ramadani, terdakwa pun menerimanya dan mengembalikan HP-nya dan diizinkan untuk menggunakan," katanya.
Kemudian ada lagi kesaksian seorang tahanan bernama Sarifudin alias Abu. Kepada terdakwa, Abu menyerahkan uang Rp750 ribu untuk mendapatkan izin menggunakan matras di dalam kamar tahanannya.
"Awalnya, matras milik saksi Sarifudin alias Abu, diminta terdakwa untuk dibayarkan Rp1 juta, kalau tidak dibayarkan, saksi diancam mendekam di sel tikus yang berada di lantai atas," ucapnya.
Namun setelah ditawar, saksi Sarifudin alias Abu diberikan keringanan untuk membayar Rp750 ribu dalam dua kali pembayaran, yakni pada kunjungan pertama Rp500 ribu dan terakhir Rp250 ribu.
Kemudian yang menarik lagi terkait adanya keterangan saksi Dorfin Felix, tahanan narkoba asal Perancis yang sempat kabur dari gedung Rutan Polda NTB.
Baca juga: Perkara Polwan penerima suap Dorfin Felix digelar pekan depan
Baca juga: Dorfin Felix penyelundup narkoba dituntut 20 tahun penjara
Namun dalam kasus pelariannya yang kemudian membongkar ulah Kompol Tuti ini, penuntut umum hanya menguraikan soal keterangan uang yang diterima Dorfin dari luar negeri melalui perantara terdakwa Kompol Tuti.
Tidak ada keterangan yang menjelaskan soal keterlibatan terdakwa Kompol Tuti dalam modus pelarian Dorfin dari Gedung Rutan Polda NTB.
"Melalui terdakwa, saksi Dorfin menerima uang dari luar negeri dalam dua periode penerimaan," kata Marollah.
Penerimaan pertama, jelasnya, terdakwa Kompol Tuti mengambilkan Dorfin uang sebesar Rp7,9 juta. Uang tersebut kemudian dimintakan untuk membeli HP android seharga Rp2 juta dan kartu perdana seharga Rp100 ribu.
"Ada juga satu unit televisi merk Polytron yang ditaruh di kamar tahanan saksi Dorfin," ujarnya.
Begitu juga dengan penerikaan keduanya, dengan menggunakan jasa terdakwa, saksi Dorfin menerima uang sebesar Rp7,6 juta.
Lebih lanjut, perkara milik terdakwa Kompol Tuti diajukan ke meja persidangan dengan jeratan tiga dakwaan, mulai dari dakwaan primair, subsidair, dan lebih subsidair.
Dalam dakwaan terdakwa Kompol Tuti dijerat dengan Pasal 12 Huruf e dan atau Pasal 12 Huruf b dan atau Pasal 11 Juncto Pasal 12A Ayat 1 dan Ayat 2 UU RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 KUHP.
Baca juga: Penyelundup narkoba asal Prancis akhirnya ditangkap
Baca juga: Penyidik Polda NTB tidak temukan bukti suap Rp10 miliar
Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019