Jakarta (ANTARA News) - Duta Besar Australia untuk Indonesia, Bill Farmer, mengatakan bahwa permintaan maaf resmi Pemerintah Australia kepada penduduk pribumi Aborigin atas kebijakan "generasi yang terampas" (stolen generation) bukan ditujukan pada individual, namun kelompok. Hal itu dikemukakan oleh Farmer dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC) di Jakarta, Selasa, saat diminta komentarnya mengenai penolakan pemerintah Australia memberikan kompensasi kepada korban. Farmer menjelaskan bahwa permintaan maaf Pemerintah Australia tidak diikuti dengan pemberian kompensasi karena permintaan maaf itu ditujukan kepada kelompok atau komunitas seluruh penduduk pribumi atas segala kesalahan di masa lalu, bukan kasus per kasus. Menurut Farmer, permintaan maaf yang dikemukakan pemerintah Australia merupakan suatu simbol yang mewakili dimulainya era baru, dimana seluruh warga Australia, baik pribumi maupun pendatang bersama-sama menyongsong masa depan. Ia menyebut permintaan maaf itu sebagai suatu simbol yang penting dari suatu niat tulus yang kemudian diikuti dengan kebijakan nyata rekonsiliasi. Dengan permintaan maaf yang diikuti oleh peningkatan perhatian kepada penduduk pribumi maka pemerintah Australia memperkuat komitmen nya menyediakan kehidupan yang lebih baik bagi penduduk pribumi, katanya. Langkah Pemerintah Australia itu berlawanan dengan pemerintah tingkat negara bagian. Seluruh enam negara bagian lebih dulu meminta maaf secara resmi kepada aborigin. Negara bagian Tasmania pekan lalu mengesahkan ganti rugi lima juta dolar Australia bagi 106 orang aborigin korban "stoleh generation". Sebanyak 84 korban masing-masing mendapat 58 ribu dolar Australia sedangkan 22 keturunan mereka masing-masing mendapat lima ribu dolar. Selama ini telah ada beberapa korban "stolen generation" yang menggugat ganti rugi ke pemerintah, tapi hanya sedikit yang berhasil karena sulitnya pembuktian. Gugatan paling berhasil adalah yang dilakukan Bruce Trevorrow. Bulan ini dia menerima 775 ribu dolar Australia dari negara bagian South Australia sebagai ganti rugi atas kejadian 50 tahun lalu ketika dia diambil dari rumah sakit tanpa sepengetahuan orang tuanya. Butuh 11 tahun bagi pemerintah Australia untuk mengucapkan maaf secara resmi, setelah pada 1997, Komisi HAM Australia lewat laporannya menyebut politik asimilasi adalah "usaha genosida (pemusnahan etnik)." Laporan berjudul "Bringing Them Home" itu menyakini orang aborigin akan punah setelah pemerintah Australia dan gereja mulai 1880an hingga 1960an mengambil paksa sekitar 50 ribu anak-anak aborigin dari orangtua mereka. Aborigin, yang merupakan bangsa asli penghuni benua Australia, pertama kali menyaksikan pemukim pertama bangsa Eropa datang pada tahun 1788. Hari nasional 26 Januari dianggap aborigin sebagai hari invasi. Saat ini ada sekitar 460 ribu orang aborigin, atau dua persen dari 21 juta penduduk Australia. Banyak dari mereka tinggal di pemukiman terpencil dan hidup seperti warga negara miskin, padahal Australia adalah negara maju. Angka kematian bayi aborigin tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan non-aborigin. Harapan hidup pria aborigin lebih pendek 17 tahun dibanding pria kulit putih. Mereka memiliki tingkat lebih tinggi dalam hal pengangguran, narapidana, penyalahgunaan alkohol dan narkoba serta kekerasan rumah tangga. (*)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008