Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Hariyadi B Sukamdani meminta pihak Ditjen Pajak tidak mempolitisasi kasus-kasus dugaan penggelapan pajak di beberapa perusahaan. Kepada pers di Jakarta, Selasa, Hariyadi beralasan bahwa politisasi kasus pajak, yang salah satunya dituduhkan kepada PT Asian Agri Group (AAG), akan membuat persoalan semakin rumit, merugikan citra wajib pajak serta mengaburkan kepastian berusaha. "Sebenarnya hal seperti itu tidak perlu terjadi, karena kasus kurang bayar pajak adalah persoalan teknis," tegasnya. Menurut Wakil Ketua Kadin Bidang Perpajakan ini, sistem perpajakan di Indonesia menganut azas "self assessment" yakni wajib pajak menghitung pajak sendiri yang kemudian diikuti pemeriksaan aparat pajak untuk mencegah tidak terjadi kekurangan. Namun, dia mengakui, dalam menilai objek pajak memang sering terjadi miss interprestasi antara wajib pajak dengan petugas, sehingga menimbulkan sengketa jumlah pajak kurang bayar (dispute). "Biasanya aparat pajak punya argumen tersendiri. Sedangkan wajib pajak juga punya perhitungan sendiri," ujarnya. Akan tetapi, menurut Hariyadi, kalaupun terjadi kurang bayar pajak, yang perlu dipertanyakan justru bagaimana sistem monitoring dari aparat pajak. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan perkebunan seperti AAG yang termasuk kategori perusahaan besar, Ditjen Pajak sudah mempunyai daftar khusus perusahaan sejenis dalam hal pembayaran pajak. "Jadi, kalau terjadi kurang bayar pajak, tidak perlu dibesar-besarkan karena hal itu justru akan merugikan wajib pajak dalam kepastian berusaha. Juga jangan sampai industri-industri yang menjadi wajib pajak besar menjadi tidak nyaman dan tidak pasti dalam berusaha," katanya. Hariyadi berpendapat bahwa persoalan pajak adalah persoalan teknis sehingga kalau sampai digembar-gemborkan suatu perusahaan kurang bayar pajak dalam hitungan tertentu, maka itu akan memberi cap negatif seolah-olah perusahaan tidak mau atau berusaha menggelapkan pajak. " Hal seperti ini tidak boleh terjadi. Jangan masalah teknis dibawa ke politis," tegas Hariyadi. Kalau pun tetap terjadi dispute (ketidakberesan), ia menambahkan, sudah ada aturan dan mekanisme Ditjen Pajak melalui pembahasan akhir (closing conference) antara pemeriksa pajak dengan wajib pajak. Sedangkan kalau wajib pajak tidak setuju dengan angka "closing conference", mereka dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. "Dan kalau pun tidak setuju lagi, persoalannya dapat diajukan ke Mahkamah Agung," tegasnya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008