Jakarta (ANTARA News) - Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang Undang (RUU) Pemilihan Umum di DPR, Ferry Mursyidan Baldan, di Jakarta, Selasa, menyatakan permohonan maaf sebesar-besarnya kepada publik atas terjadinya penundaan sidang paripurna pengesahan undang-undang tersebut. "Diinformasikan, bahwa rapat paripurna pengambilan keputusan tentang Rancangan Undang Undang (RUU) Pemilihan Umum (Pemilu) ditunda. Tidak jadi Selasa (26/2) ini, tetapi pada Kamis 28 Februari 2008 pada pukul 09.00 WIB," katanya kepada ANTARA. Politisi Partai Golkar yang sehari-harinya bertugas di Komisi II DPR ini kemudian menambahkan bahwa kesepakatan penundaan diputuskan bersama pada forum lobi. "Forum itu sendiri dihadiri oleh ketua dan seluruh pimpinan fraksi, dan kemudian ditetapkan pada rapat konsultasi pimpinan fraksi-fraksi dengan Ketua DPR pada pukul 23.40 WIB Senin (25/2) malam," katanya. Ia tak menjelaskan rinci hal-hal apa yang menyebabkan terjadinya penundaan dari jadwal semula rapat paripurna Selasa ini. Tetapi memang pihaknya mengaku ada beberapa hal krusial lagi yang patut disepakati secara musyawarah, demi masa depan lebih baik dari kehidupan demokrasi di Indonesia. Yang pasti, lanjut Ferry, pihaknya berkesadaran tinggi untuk melakukan segala sesuatu secara lebih baik lagi bagi penguatan demokrasi bangsa ini. "Kami berkesadaran, bahwa penundaan ini diharapkan akan jadi tambahan waktu untuk dapat menghasilkan kesepakatan yang lebih baik bagi RUU Pemilu ini," ujarnya. Namun, selaku Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu, Ferry memohon maaf kepada masyarakat, atas penundaan ini. "Saya mohon maaf kepada publik, semoga nanti akan lebih baik lagi. Doakanlah kami," katanya. Perdebatan soal PT Sementara itu, Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Hj Andi Yuliani Paris, di Jakarta, secara terpisah menyatakan 'parliamentary thresold (PT)' merupakan salah satu masalah krusial yang hingga Senin (25/2) kemarin mewarnai perdebatan alot fraksi-fraksi dalam detik-detik terakhir pembahasan RUU Pemilu. "Pembahasan atas berbagai materi krusial RUU Pemilu masih menyisakan beberapa hal krusial. Salah satunya yang hingga kini masih diperdebatkan, yakni 'parliamentary threshold' (perolehan kursi minimal di parlemen). Sebab, kendati 10 fraksi di DPR sepakat adanya PT, namun masih ada banyak hal yang perlu dibahas," katanya kepada pers. Ditambahkannya, ketika PT itu akan diberlakukan pada Pemilu 2009, ada beberapa hal yang perlu didiskusikan, terutama menyangkut masalah transisinya. "Misalnya, harus ada aturan peralihan untuk memberlakukan 'electroral threshold/ET' atau jumlah minimal perolehan suara, juga PT pada pelaksanaan Pemilu nanti," tegas politisi perempuan yang juga anggota Panitia Khusus RUU Pemilu itu. Andi Yuliani Paris mengaku, hingga malam tanggal 23 Februari 2008 lalu, Pansus Pemilu bersama Pemerintah masih terus membahas kemungkinan apakah akan dimasukkan ke dalam aturan peralihan, terkait dengan parpol-parpol yang sudah mendapatkan kursi di DPR. Pansus RUU Pemilu juga belum memutuskan sikap terhadap partai-partai yang tidak mendapatkan nilai PT, imbuhnya. "Kemungkinannya akan dianggap hangus, atau didistribusikan. Jika dianggap hangus, maka tidak akan menjadi masalah. Tapi kalau didistribusikan, masih terdapat banyak opsi. Di antaranya suara tersebut akan ditarik ke pusat, ke provinsi maupun kabupaten," jelasnya. Pada posisi itu, menurut Andi Yuliani Paris, fraksi-fraksi belum sepakat, bagaimana kursi itu didistribusikan. Karena itu, Andi Yuliani Parias berharap, pada pembahasan selanjutnya, DPR RI bersama Pemerintah, khususnya semua fraksi di DPR RI, dapat sepakat tentang nilai PT. "Termasuk kesepakatan tentang jumlah kursi dari partai yang tidak mendapatkan kursi ini didistribusikan atau hangus," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2008