Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pertanian Anton Apriyantono mengungkapkan hingga saat ini praktek ekspor minyak sawit mentah (CPO) secara gelap atau ilegal masih marak terjadi.
Di sela peluncuran World Palm Oil Summit and Exhibition (WPOSE) di Jakarta, Senin, dia mengatakan ekspor CPO tanpa memberikan laporan (Unreported export) itu sengaja dilakukan untuk menghindari pajak ekspor (PE).
"Modusnya CPO yang seharusnya diantarpulaukan diselewengkan ke luar negeri," katanya.
Menyinggung jumlah CPO yang diekspor secara ilegal tersebut, Anton mengatakan menurut laporan ada selisih antara data ekspor dilaporkan dengan kenyataan sebesar 665 ribu ton.
Ketika ditanyakan pihak-pihak yang melakukan ekspor CPO secara gelap tersebut, dia tidak menyebutkan secara pasti karena hingga saat ini laporan yang diterima hanya sekedar data ekspor.
Terkait dengan pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan (RSPO) seperti yang dipersyaratkan dunia internasional, Mentan mengatakan sebenarnya hal itu tidak sulit dilaksanakan di Indonesia.
Hal itu, tambahnya, karena saat ini sawitnya sudah tertanam sehingga tinggal menerapkan prinsip-prinsip perkebunan sawit berkelanjutan tersebut.
Namun dia mengakui, untuk perkebunan-perkebunan baru penerapan RSPO tersebut lebih sulit dibandingkan dengan yang sudah ada saat ini, meskipun demikian jika ada yang melanggar tetap akan dilakukan penindakan tegas seperti penutupan.
Terkait dengan pengembangan perkebunan kelapa sawit di tanah air, menurut dia, pemerintah akan mendorong peningkatan industri hilir terutama di sentra-sentra produksi.
Anton menyatakan, pengembangan industri hilir di perkebunan kelapa sawit tersebut untuk meningkatkan nilai tambah komoditas tersebut terutama di pasar internasional.
Dikatakannya, pada saat ini ekspor CPO Indonesia tertinggal dengan Malaysia karena negara tetangga tersebut telah mengembangkan industri hilirnya.
Menurut menteri, salah satu daerah yang akan didorong untuk pengembangkan industri hilir kelapa sawit yakni di kawasan Dumai Industrial Estate, Riau.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008