Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pertahanan Amerika Serikat (Menhan AS), Robert Gates, membantah pemerintahnya mengajukan kompensasi berupa penawaran bantuan militer kepada Indonesia, bila versi berbahasa Inggris dari buku Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Siti Fadilah Supari, yang berjudul "Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung" ditarik dari peredaran. "Tidak benar. Pemerintah AS menawarkan bantuan bila buku itu ditarik," kata Gates di Kantor Kepresidenan Jakarta, Senin, usai bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan, menurut Gates, buku Siti Fadilah yang memuat berbagai fakta terkait mekanisme pengiriman virus flu burung, sama sekali tidak dibahas dalam pertemuannya dengan Presiden Yudhoyono. "Kami tidak membicarakan masalah itu," ujarnya. Namun, Gates tidak memberikan jawaban, ketika ditanya pers, apakah AS meneliti dan menjajaki kemungkinan pembuatan senjata biologis dari sampel-sampel virus flu burung. Sebelumnya, Menkes RI menyatakan, akan menarik peredaran dan merevisi versi berbahasa Inggris dari buku perdananya, menyusul adanya sangkalan dari pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai beberapa fakta di dalam buku itu. Pemerintah AS juga disebut-sebut sebagai salah satu pihak yang menyangkal beberapa fakta yang ditulis Siti Fadilah dalam buku karya perdananya itu. "Yang bahasa Inggris ditarik, yang berbahasa Indonesia tidak, karena justru bahasa Inggris itu ada kalimat-kalimat yang harus diedit, karena tidak sesuai dengan versi Indonesianya," katanya Siti Fadilah. Tentang protes dan sangkalan yang disampaikan WHO, Siti Fadilah mengatakan, "Ini kan sudah zamannya demokrasi, saya bisa menulis, kalau ada yang menyangkal boleh saja." Dia juga berkelakar, protes dan sangkalan itu justru membuat bukunya terkenal dan laris di pasaran. Buku itu diluncurkan pada Rabu (6/2) malam. Buku setebal 182 halaman yang ditulis dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia itu berisi catatan harian Siti Fadilah Supari selama mengupayakan perubahan mekanisme pertukaran virus dunia yang sudah berlaku selama lebih dari 50 tahun, yang dinilai tidak adil, tidak transparan dan tidak mengakomodir kepentingan negara berkembang. Buku itu juga memuat berbagai fakta tentang nasib sampel virus flu burung "strain Indonesia" yang dikirim ke Laboratorium Pusat Kolaborasi WHO, seperti adanya informasi bahwa sampel virus itu disimpan di laboratorium Los Alamos yang berada di bawah Kementerian Pertahanan AS (Pentagon), dan kekhawatiran sampel virus itu akan dikembangkan menjadi senjata biologis. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008