Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah diminta untuk membatalkan rencana pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis premium dan solar, khususnya untuk angkutan darat, karena akan memberatkan pengusaha yang pada akhirnya akan memberatkan konsumen karena ongkos transportasi bisa dibebankan kepada masyarakat. Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) Murphy Hutagalung di Jakarta, Senin, mengatakan, "Kalangan pengusaha angkutan darat tidak akan merestui rencana pemerintah membatasi BBM bersubsidi jenis premium dan solar. Murphy mengatakan apabila rencana tersebut terealisasi maka industri transportasi nasional akan bangkrut. Murphy mengatakan, jika setiap angkutan umum dibatasi misalnya hanya diperbolehkan membeli 30 liter BBM subsidi per hari dan selebihnya harus menggunakan BBM nonsubsidi maka akan memberatkan pengusaha dan pengguna jasa transportasi publik. Untuk itu, pihaknya mengancam akan membebankan selisih biaya yang dikeluarkan kepada konsumen, apabila pemerintah bersikeras untuk menjalankan rencana itu. "Tolong pemerintah jangan membenturkan kepentingan kepada angkutan darat dengan masyarakat," tegasnya. Kondisi pengusaha angkutan, lanjut dia, saat ini berada pada posisi terjepit, bahkan keberadaannya terus tergeser oleh jenis transportasi lain. Dalam beberapa tahun terakhir, Organda mengaku menderita kerugian akibat kenaikan BBM, tingginya harga suku cadang dan persoalan aksi-pungli. "Jika pemerintah mengeluarkan kebijakan tersebut, kami akan menaikan tarif," ujar Murphy yang juga Direktur Utama PT Arion Paramita itu. Padahal, kenaikan tarif angkutan merupakan sesuatu yang sedang dihindari pengusaha angkutan. Apalagi, sebagian besar masyarakat beranggapan kondisi transportasi di Indonesia sudah tidak lagi memadai. Murphy mengungkapkan, setiap harinya angkutan umum membutuhkan BBM rata-rata sebanyak 40 liter. Untuk metromini 60-70 liter, bus 100-180 liter, dan taksi 40 liter. Karena itu, dia berharap sebelum kebijakan itu benar-benar direalisasikan, pemerintah terlebih dahulu melakukan kajian yang panjang dan komprehensif agar masyarakat khususnya pengusaha angkutan tidak dirugikan. "Ini harus dikaji ulang," tuturnya. Ia mengungkapkan, kalangan pengusaha mengharapkan pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tepat terkait pembatasan konsumsi BBM bersubsidi. Sebelumnya diberitakan, Kepala Badan Pengatur Usaha Hilir Migas (BPH Migas) Tubagus Haryono tidak dapat memastikan waktu pelaksanaan program pembatasan BBM bersubsidi jenis premium dan solar tersebut. Apakah sesuai rencana semula pada Mei 2008 atau mundur.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008