Seoul (ANTARA News) - Korea Selatan Senin mengambil sumpah seorang pengusaha pertama menjadi presiden negeri itu, yang berjanji akan meningkatkan perekonomian negara berperingkat ke-13 di dunia, membuka diri selebar-lebarnya bagi para penanam modal asing dan akan jauh lebih tegas kepada Korea Utara. Lee Myung-bak, seorang bos perusahaan konstruksi yang memasuki panggung politik dan pernah menjadi walikota Seoul pada Desember lalu menjadi pemenang dalam pemilihan umum dengan perolehan angka yang cukup tajam dan mengakhiri kekuasaan kelompok Liberal selama sepuluh tahun terakhir yang dikatakan gagal mengelola perekonomian negara. Lee, 66, yang pada kampanyenya berjanji akan memfokuskan diri pada peningkatan pertumbuhan ekonomi mendekati dua kali lipat, membuka lebar investor asing dan meningkatkan hubungan dengan mitra utama perdagangan. Upacara pelantikan presiden Korea Selatan ke-10 juga diisi dengan musik tradisional dan tarian modern seperti breakdance. Lee diambil sumpahnya disaksikan langsung oleh 60 ribu orang di antara para tamu asing undangan termasuk Perdana Menteri Jepang Yasuo Fukuda dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Condoleezza Rice. Lee dalam masa kampanyenya berhasil merebut hati para pemilihnya dengan mengemukakan masalah 30 ribu tentara AS yang ditempatkan di wilayah bagian Selatan dan dalam tahun-tahun Korea Selatan sering kali mengalami gangguan dalam hubungannya dengan AS. Namun perubahan kebijakan diplomatiknya yang terbesar kemungkinan adalah sikap terhadap Korea Utara yang menghadapi masalah pengembangan senjatan nuklir yang menyebabkan ekonomi negara tersebut mengalami kemunduran dan bergantung sepenuhnya kepada bantuan tetangganya yang ada di sebelah selatan. Lee menyatakan keinginannya untuk bersikap lebih tegas dengan menunjuk seseorang "yang bersuara keras" sebagai menteri unifikasi menggantikan menteri pendahulunya dari pemerintahan sebelumnya yang bersikap lunak. Namun Lee menyatakan janjinya akan memberikan bantuan yang cukup menjanjikan dan disertai penanaman modal apabila tetangga di utara mau menghentikan program senjata nuklirnya. "Korea Selatan dan Utara selayaknya bersama-sama membangun kemakmuran dan menjaga perdamaian," kata Lee kepada majalah Newsweek dalam wawancara pekan lalu seperti dikutip Reuters. "Tetapi kami (Korea Selatan) tak dapat membangun hubungan dan unifikasi apabila Korea Utara tetap memiliki senjata nuklirnya." Lee memiliki empat orang anak, dengan kisah keberhasilannya dalam dunia usaha yang dimulai dari nol hingga memiliki perusahaan raksasa seperti sekarang ini. Kisah keberhasilan hidup Lee dituangkan dalam dua drama TV sukses yang menceritakan seorang pengusaha yang membangunan negerinya dari puing-puing kehancuran setelah Perang Korea 1950-1953. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008