Jakarta (ANTARA news) - Dalam pentas Teater Gandrik dengan lakon "Sidang Susila" di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat malam (22/2) Butet Kartaredjasa tampil kenes dan gemulai seperti seorang perempuan.
Ia tidak membawakan karakter "wong cilik" seperti dalam monolog Sarimin atau memainkan tokoh penguasa rezim orde baru dengan suara khasnya. Butet menjadi seorang perempuan tulen.
"Karakter ini menantang. Tapi terus terang saya merasa kesulitan mengobservasi karakter perempuan, tanpa harus terjebak menjadi banci," ujar Butet.
Butet berperan sebagai pembela (penasihat hukum) dalam persidangan yang disebut "Sidang Susila". Ia terlihat luwes mengenakan kain panjang warna hijau dibalut kain tenun warna oranye sebatas lutut.
Untuk atasan, Butet mengenakan busana lengan panjang warna kuning dibalut kemben warna senada dengan sarung tenunnya. Di kepalanya tampak sebuah konde kecil diselipi bunga artifisial warna emas membuat Butet benar-benar "anggun" sebagai perempuan.
Ia juga memakai sepatu yang haknya sekitar 3 cm dengan ujung terbuka dan tali melingkar di pergelangan kaki.
Sepatu itu agaknnya terlalu pendek sehingga jari-jari kakinya menonjol melampaui ujung sepatu. Meski berperan sebagai perempuan, Butet tetap menggunakan suaranya seperti biasa dan tidak dibuat-buat seperti banci.
"Sidang Susila" adalah produksi ke-19 Teater Gandrik yang naskahnya ditulis Ayu Utami dan Agus Noor. Pemain yang terlibat di antaranya Susilo Nugroho, Butet Kartaredjasa, Djaduk Ferianto, Jujuk Prabowo, Heru Kesawa Murti, Whani Darmawan.
Selain Butet, anggota Teater Gandrik Whani Darmawan juga berperan sebagai perempuan memainkan karater seorang Jaksa. Penampilan Whani juga selayaknya perempuan, namun Butet tampaknya lebih natural memerankannya.
"Sebenarnya ini sebuah pilihan peran yang agak riskan. Tapi, bukankah seorang aktor akan selalu menemukan keasyikan jika menghadapi kesulitan," demikian Butet.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008