Jakarta (ANTARA) - Produk ekspor perikanan yang berasal dari Republik Indonesia sudah diterima oleh sebanyak 157 negara yang menandakan bahwa produk kelautan dan perikanan nasional telah diakui oleh berbagai pihak di tingkat mancanegara.

"Produk ekspor perikanan Indonesia sudah diterima oleh 157 negara di dunia yang menggambarkan bahwa kita sudah memiliki produk yang baik dan memenuhi compliance standar internasional," kata Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) KKP, Rina, dalam rilis, Minggu.

Selain itu, menurut Rina, BKIPM KKP juga menorehkan catatan yang dinilai cemerlang karena kinerja ekspor perikanan yang terus meningkat.

Hal itu, ujar dia, merupakan berkat dari sistem layanan ekspor-impor online yang telah diterapkan oleh KKP, serta diberlakukannya Permen KP No. 18/2018 dan KMK No. 2844/2018.

"Volume ekspor untuk komoditas perikanan konsumsi hidup semester I tahun 2019 naik sebesar 3 persen dari periode yang sama pada tahun 2018," ungkap Rina.

Ia juga menyatakan bahwa volume ekspor komoditas perikanan nonkonsumsi nonhidup juga mengalami kenaikan yang signifikan yaitu sebesar 448 persen.

Sebelumnya, Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) menginginkan pemerintah benar-benar melindungi perdagangan komoditas hasil laut antara lain dengan meninjau ulang kenaikan tarif angkutan udara yang memberatkan kinerja ekspor pengusaha perikanan nasional.

"Pemerintah perlu segera mengambil langkah-langkah strategis untuk untuk meninjau ulang kenaikan tarif angkutan udara, yang dampaknya telah dirasakan pelaku bisnis di sektor kelautan," kata Ketua Harian Iskindo Moh Abdi Suhufan.

Menurut dia, berbagai kalangan yang terdampak kenaikan tarif angkutan udara adalah mereka yang bergerak dalam usaha bisnis hasil laut.

Hal tersebut, lanjutnya, karena kenaikan kargo udara menghambat dan menurunkan volume terutama dari Indonesia kawasan Timur.

Ia menyatakan, kenaikan antara 100-300 persen membuat pelaku usaha hasil laut di Indonesia Timur kesulitan mengirim barang sehingga mereka yang biasanya menggunakan pesawat kini beralih ke jalur darat.

Padahal, lanjutnya, hal tersebut dapat meningkatkan risiko kematian komoditas hasil laut lebih besar karena jangka waktu pengiriman yang lebih panjang.

Ketua Harian Iskindo mencemaskan kenaikan biaya logistik selama ini akan mengganggu upaya pemerintah untuk meningkatkan ekspor hasil laut ke luar negeri dan lesunya proses produksi di sentra-sentra produksi karena ketidakmampuan pelaku usaha dalam mengirimkan barangnya ke tujuan akhir.

Sebagaimana diwartakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan bahwa ada sekitar Rp36 triliun nilai tangkapan ikan yang tidak dilaporkan pada 2018 sehingga institusi tersebut juga terus memperbaiki proses perizinan dan penegakan hukum sektor perikanan.

"Sebetulnya kalau unreported-nya (tangkapan ikan di kawasan perairan Indonesia) tercatat semua, saya yakin kita akan bisa menjadi nomor satu produsen perikanan di dunia," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam konferensi pers di kantor KKP, Jakarta, Kamis (4/7).

Baca juga: 1,2 juta benih ikan hias dari Yogyakarta diekspor perdana ke Filipina

Baca juga: SKIPM Mamuju awasi ekspor ikan terbang ke Jepang

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019