Jakarta (ANTARA News) - PT Direct Vision, penyelenggara televisi berbayar Astro TV, terancam sanksi ganti rugi materil hingga Rp2 triliun jika terbukti melanggar pasal 16 dan pasal 19a Undang-undang No 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam menjalankan usahanya di Indonesia. "Ganti rugi materil diberikan kepada empat perusahaan sejenis yang melaporkan bahwa Direct Vision memonopoli siaran Liga Inggris (EPL)," kata Ketua Tim Pemeriksa KPPU, Tri Anggraini, usai memeriksa Direct Vision di kantor KPPU, Jakarta, Jumat. Menurut Anggraini, materi pemeriksaan yang berlangsung sekitar tiga jam hingga pukul 17.00 WIB itu menyangkut seputar izin penyelenggaraan siaran Direct Vision, keterkaitan kepemilikan saham Direct Vision dengan Astro Malaysia sebagai pemberi hak ekslusif siaran EPL di Indonesia. "Kita juga meminta data-data pemasaran Direct Vision sebagai dasar untuk membuktikan klaim dari kompetitor yang menyatakan bahwa pelanggan pelapor berpindah ke layanan Astro setelah hak siaran EPL diperoleh," katanya. Sejauh ini dalam pemeriksaan, Direct Vision masih kooperatif dengan memberikan dan menjelaskan data-data yang diminta soal perizinan dan data-data pelanggan, namun soal keterkaitan kepemilikan saham dengan Astro Malaysia belum mereka ungkapkan. Kasus ini berawal dari laporan tiga operator TV berlanganan kepada KPPU pada 14 September 2007 yaitu Indovision, TelkomVision, dan Indosat Multimedia (IM2) bahwa Direct Vision diduga melakukan monopoli siaran Liga Inggris. Operator kompetitor tersebut juga mengklaim akibat persaingan usaha tidak sehat itu kehilangan pelanggan sekitar 50.000 setiap bulan. Tri melanjutkan, terus mengumpulkan bukti-bukti termasuk memanggil saksi ahli, selain juga memanggil terlapor lainnya yaitu Astro Malaysia dan ESPN Star Sport (ESS) sebagai pemenang tender siaran Liga Inggris untuk wilayah Asia Pasifik untuk periode 2007-2010. "Untuk pemeriksaan lanjutan bisa saja kita memanggil ESS, selain klarifikasi atau pembuktian bunyi perjanjian kontrak kedua pihak tersebut dengan Direct Vision," katanya. Ia menjelaskan, untuk melanjutkan pemeriksaan, KPPU masih menunggu data-data dan dokumen dari Direct Vision pada Jumat (29/2), atau satu pekan sejak pemeriksaan pertama. Lebih jauh dikatakan, sesuai pasal 16 UU No. 5 Tahun 1999, dinyatakan, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Sedangkan pasal 19 a disebutkan, pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan baik sendiri maupun bersama pelaku lain yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli. "Kita akan terus memeriksa sesuai dengan ke dua pasal tersebut dengan azas praduga tidak bersalah, tetapi tidak tertutup kemungkinan pasal yang dituduhkan kepada Direct Vision akan bertambah," tegasnya. Dalam menjalankan tugas pemeriksaan itu, KPPU juga melakukan rapat internal sehingga tidak salah mengambil keputusan, karena sesuai fungsinya KPPU hanya bisa menjatuhkan sanksi administratif berupa denda berupa uang hingga Rp25 miliar, tetapi juga bisa menghentikan kegiatan atau membatalkan perjanjian terlapor. Terkait adanya dugaan atau laporan bahwa satelit Measat 2 milik Astro Malaysia yang digunakan Direct Vision untuk menyiarkan Astro TV belum mendapat hak labuh dari pemerintah, Tri mengatakan pihaknya juga mengembangkan pemeriksaan ke regulator yaitu Depkominfo. "Kalau dikaitkan memang bisa, tetapi itu dua hal yang berbeda. Perizinan merupakan tanggung jawab pemerintah. Kalau dalam regulasinya disebutkan harus izin ya... mereka (terlapor) harus mengikutinya," katanya. Sementara itu Vice President Corporate Affair Direct Vision, Halim Mahfudz mengatakan pihaknya selalu siap bekerjasama dengan KPPU terutama dengan lembaga pemerintah lainnya untuk menyelesaikan kasus tersebut. "Kita siap memberikan bukti bahwa kami tidak bersalah, karena kami siap masuk kompetisi (layanan TV berbayar) dengan cara jujur dan terbuka," kata Halim. Meski begitu, ia menyayangkan bahwa dalam masalah ini banyak pihak yang seakan-akan menyudutkan Direct Vision dari berbagai isu mulai dari tidak mendapat izin, pelanggan kompetitor merosot tajam, hingga kegagalan tender oleh para kompetitor. "Banyak yang disinformatif, seperti melaporkan ke DPR, iklan Astro yang menyudutkan. Semua informasi itu menganggu moral para staf Astro TV, karena pemberitaan dari kompetitor melalui jaringan penyiaran yang dimiliki," kata Halim. Ia menuturkan, klaim kompetitor bahwa terjadi penurunan 50.000 pelanggan setiap bulan adalah tidak benar, di satu sisi ada salah satu kompetitor atau pelapor mengumumkan bahwa pada tahun 2007 jumlah pelanggannya tumbuh hingga 20 persen. Dijelaskan, Direct Vision bukanlah pemilik hak siar dari Liga Inggris, tetapi ESS. "Dalam prakteknya banyak hak siar yang diperoleh TV berbayar tanpa tender termasuk yang dimiliki Indovision. Bagi kami Liga Inggris bukanlah esensial karena konten sejenis juga disiarkan TV lain seperti Bundesliga, Liga Italia, dan Liga Spanyol," tegasnya. Karena itu, jika ada klaim dari pesaing bahwa Liga Inggris memindahkan pelanggan mereka ke Astro, hal itu harus dibuktikan dan diverisfikasi. "Dari total 500.000 pelanggan TV berbayar saat ini, 60 persen sampai 70 persen dikuasai pelapor. Jadi, Tidak ada dasarnya kami memonopoli," katanya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008
Di Astro ada liga inggris,di indovision ada liga italy apakah astro dan indovision memonopoli hak siaran.,..?dlm persaingan bisnis kalah dan menang itu biasa....!namanya juga sama cari uang...ya gk..
buat saya sangat dirugikan karna saya hilang tontonan yang bermutu..........