Jakarta (ANTARA) - Perlambatan ekonomi global yang terjadi sejak beberapa tahun terakhir memaksa Indonesia harus ikut menelan imbas pil pahit melemahnya tren investasi dan perdagangan.
Padahal, investasi—bersama ekspor—merupakan kunci untuk menyelesaikan masalah melebarnya defisit transaksi berjalan dan defisit neraca perdagangan yang menghambat pertumbuhan ekonomi.
Presiden terpilih Joko Widodo berulang kali menekankan pentingnya melakukan terobosan kebijakan di bidang investasi dan ekspor.
Ia bahkan sempat menyebut kemungkinan perlunya menteri investasi dan menteri ekspor agar ada perubahan yang signifikan. Namun, hingga saat ini, belum ada terobosan berarti yang mampu mengerek kinerja investasi.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, realisasi investasi sepanjang 2018 mencapai Rp721,3 triliun, meski nilainya naik 4,1 persen dibandingkan tahun 2017, namun capaian tersebut tidak mencapai target yang ditetapkan sebesar Rp765 triliun.
"Untuk tahun 2018 kami tidak berhasil mencapai target, realisasi hanya 94 persen," kata Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong.
Tom, sapaan akrabnya, meyakini tren investasi akan membaik setelah Pilpres 2019. Menurut dia, terdapat pola unik di mana tren investasi umumnya melambat di tahun Pemilu dan mulai pulih setelah Pemilu berakhir.
Optimisme juga datang dari meredanya eskalasi perang dagang antara AS dan China. Menurut mantan Menteri Perdagangan itu, hal tersebut membuat kepercayaan investor mulai pulih karena ada optimisme perang dagang bisa diselesaikan.
Belum lagi terpilihnya kembali Presiden Jokowi disambutbaik para investor karena kebijakannya yang telah terbaca dalam kepemimpinan sebelumnya.
Dengan segala optimisme tersebut, pemerintah pun meyakini laju investasi bisa membaik, bahkan mencapai dua digit pada tahun ini.
"Prediksi saya untuk setahun penuh 2019 PMA (Penanaman Modal Asing) dan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) pertumbuhannya kembali ke dua digit," kata Tom.
Di sisi lain, kinerja buruk investasi 2018 disinyalir disebabkan oleh belum optimalnya sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik atau Online Single Submission (OSS).
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ariyo DP Irhamna menyebut belum sempurnanya OSS telah menghambat realisasi investasi.
Ariyo memahami tujuan Presiden yang ingin terus menggenjot investasi dengan menciptakan reformasi sistem perizinan.
"Tapi karena dialihkan ke Kemenko Perekonomian, ini jadi (penyebab awal investasi) turun. Ditambah investor juga bingung. Sebetulnya OSS baik, hanya implemnetasinya harus lebih cepat," ujarnya.
Baca juga: Pemerintahan Presiden Jokowi periode kedua siap lesatkan investasi
Baca juga: Presiden tekankan terobosan kebijakan investasi dan ekspor
Dukungan dunia usaha
Kamar Dagang Industri Indonesia (Kadin) mengklaim kemenangan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin dalam Pilpres 2019 merupakan kemenangan yang ditunggu kalangan pengusaha.
Dunia usaha pun, kata Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P. Roeslani menyebut kemenangan Jokowi-Ma'ruf sebagai kemenangan yang sesuai pengusaha harapkan sehingga mereka akan senantiasa memberikan dukungan.
"Infrastruktur sudah berjalan baik, sekarang 'software' atau manusianya yang harus ditingkatkan. Kalau kita ingin pertumbuhan yang berkualitas, tentu manusianya harus bertumbuh dan berkembang," katanya.
Dalam periode kedua kepemimpinan Presiden Jokowi, Rosan berharap adanya reformasi di segala bidang, terutama untuk mendukung iklim usaha dan investasi yang mendukung. Reformasi tersebut termasuk di bidang perpajakan hingga birokrasi.
"PR (pekerjaan rumah) kita dalam dua tahun ke depan ini dengan adanya pelemahan perekonomian global buat Indonesia juga akan ada dampaknya. Maka kita harus pastikan ke depan pertumbuhan tetap terjaga, daya saing dan daya beli juga terjaga," ungkapnya.
Wakil Ketua Umum Kadin yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani juga menyambut terpilihnya Presiden Jokowi untuk periode kedua.
Menurut Shinta, sikap positif dunia usaha menyambut terpilihnya kembali Jokowi adalah karena mereka, paling tidak, sudah bisa membaca arah kebijakan Jokowi ke depan.
"Sekarang kita sudah tahu ke depannya bagaimana," katanya.
Investasi sporadis
Meski diprediksi tren investasi akan membaik dengan terpilihnya kembali Presiden Jokowi untuk periode kedua, kebijakan mantan Gubernur DKI Jakarta itu dalam mengundang investor masuk masih dinilai sporadis.
Hal itu terlihat dari variasi investasi yang masuk ke Indonesia. Padahal, untuk bisa tumbuh di tengah persaingan yang ketat untuk merebut pasar, Indonesia dinilai harus fokus menggenjot sektor manufaktur karena sektor komoditas tak lagi bisa diandalkan.
Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi menyarankan agar pemerintah ke depan untuk memprioritaskan untuk membangun infrastruktur yang dapat menopang industri.
Infrastruktur yang mendukung industri diharapkan dapat menopang pertumbuhan industri yang akan mengungkit kinerja ekspor dan berpeluang memperbaiki pertumbuhan ekonomi. Guna mendukung industri, maka dibutuhkan investasi. Namun, ia mengingatkan agar investasi yang masuk harus benar-benar menopang industri.
"Kalau bicara bagaimana mengundang investasi, tidak sembarang, harus yang menopang industri berorientasi ekspor. Kalau masuk semua dan tidak berorientasi ekspor, itu akan positif di neraca modal tapi akan negatif di neraca transaksi berjalan," jelasnya.
Upaya mendorong industri berorientasi ekspor, bukannya tidak dilakukan pemerintah. Kementerian Perindustrian telah melakukan terobosan kebijakan pemberian insentif fiskal berupa pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) hingga yang teranyar, super deductible tax yang diberikan atas kegiatan penelitian, pengembangan hingga pendidikan vokasi di Tanah Air.
Diharapkan semua upaya tersebut, ditambah optimisme dari terpilihnya Presiden Jokowi di periode kedua, bisa turut menggenjot laju investasi tahun ini yang ditargetkan sebesar Rp792,3 triliun.
Baca juga: Jokowi: Keruwetan peraturan dan perizinan hambat realisasi investasi
Baca juga: Investor berharap kepastian usai pemilu
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019