Jakarta (ANTARA News) - Polri mengaku telah mengirimkan sampel pembanding keluarga tersangka Bom Bali I tahun 2002, Dulmatin yang dikabarkan telah meninggal di Filipina Selatan. Sampel itu dikirimkan ke Filipina untuk dibandingkan dengan DNA jenazah yang diklaim militer negara itu sebagai jasad Dulmatin, kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Sisno Adiwinoto di Jakarta, Jumat. "Kami mengirimkan sampel dari dua (anggota, red) keluarga Dulmatin yang ada di Indonesia," kata Sisno yang telah diangkat menjadi Kapolda Sulawesi Selatan. Ia menyatakan, pengiriman sampel DNA itu ke Filipina merupakan yang kedua kalinya sebab dua tahun lalu Polri pernah mengirimkan sampel yang sama. "Kalau nanti sampel itu cocok maka dipastikan itu Dulmatin. Tapi kalau tidak cocok ya bukan Dulmatin," katanya. Seandainya Dulmatin meninggal, Polri sebenarnya juga rugi sebab Polri sudah tidak punya kesempatan lagi untuk meminta keterangan sebab ia diduga terlibat bom Bali 2002. Polri, katanya, terus koordinasi dengan KBRI di Manila untuk mengetahui perkembangan informasi itu. Sisno menyatakan, kabar bahwa Dulmatin luka atau tewas sudah sering terdengar namun selama keterangan itu tidak pernah valid. Terkait klaim pemerintah Filipina bahwa Umar Patek, WNI yang ikut terlibat aksi kekerasan di sana juga telah tewas, Sisno mengaku bahwa Polri belum menerima informasi soal Umar Patek. Sebelumnya, militer negara itu mengaku menemukan satu makam di Pulau Tawi-Tawi, Filipina Selatan yang diyakini sebagai kuburan Dulmatin. Pihak militer sedang melakukan uji DNA untuk memastikan apakah jenazah itu Dulmatin atau bukan. Pemerintah AS pernah menawarkan hadiah 10 juta dolar AS bagi nyawa Dulmatin, yang telah bersembunyi di Filipina selatan dalam lima tahun terakhir. Dulmatin terakhir dikabarkan terluka dalam operasi militer pada 31 Januari 2008 lalu. Militer negara kepulauan itu juga menangkap seseorang yang diduga warna negara Indonesia bernama Salman dalam penggerebekan di Desa Piso, Pulau Mindanao. Namun, Polri belum dapat memastikan apakah Salman itu WNI atau bukan. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008