Depok (ANTARA News) - Pengamat Politik dari Universitas Indonesia (UI), Abdul Gafur Sangadji mengatakan sistem Parliamentary Threshold (PT) perlu dikaji ulang dan dalam pertimbangan efektivitas politik belum cocok untuk diterapkan dalam pemilu 2009. "PT belum cocok untuk diterapkan dalam pemilu 2009," kata Gafur dalam diskusi Politik Mengenai Penerapan Parliamentary Threshold (PT) dan Electoral Threshold (ET), di Cafe bloc FISIP-UI, Depok, Jumat. Hadir dalam pembicara tersebut antara lain pengamat politik UI Boni Hargens dan Mantan Asisten Teritorial Kasad, Mayjen TNI Saurip Kadi. Ia mengatakan dalam aspek penyederhanaan partai politik, problem muncul ketika draf RUU Pemilu selain mengatur Electoral Threshold juga mengatur Parliamentary Threshold. PT, lanjut Gafur, perlu dicermati secara serius karena mengandung unsur dilematis yang cukup serius. Di satu pihak dapat menyederhanakan sistem kepartaian, tapi di lain pihak juga cenderung mengebiri tumbuhnya budaya politik. Mantan Asisten Teritorial Kasad, Mayjen TNI Saurip Kadi mengatakan dalam pembahasan PT tersebut tidak ada kepentingan untuk rakyat tetapi untuk partai saja. "Seharusnya pembuatan UU diorientasikan untuk kepentingan rakyat," katanya. Ia mengatakan berdasarkan realita yang ada sistem kenegaraan di Indonesia sejak tahun 1965 hingga kini semakin terpuruk, dan para akademisi dalam perguruan tinggi sepertinya tidak menyadari adanya sistem politik yang salah dan gagal. "Ini seharusnya jadi kajian para akademisi untuk memberikan sumbangan pemikiran," ujarnya. Sementara itu, Boni Hargens mengatakan partai-partai besar (FPG, FPDI-P, dan FKB) dalam membahas PT tidak konsisten dan hanya mengambil keuntungan saja. "Saya melihat, partai-partai besar ini hanya mau untungnya saja, tak pernah mau ambil risiko yang pahit," katanya. Boni mengatakan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP), Fraksi Partai Demokrat (FPD) dan Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) memilih kursi hangus jika parpol tidak lolos PT.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008