Cirebon (ANTARA News) - Ribuan petani garam di Kecamatan Mundu, Pangennan, Gebang dan Losari, Kabupaten Cirebon, terpaksa menganggur karena tidak bisa membuat garam di musim hujan, sementara pekerjaan sampingan sebagai buruh nelayan juga terhenti karena cuaca buruk di Laut Jawa. "Nasib petani garam sedang terpuruk, sudah sejak November tahun lalu tidak memproduksi garam, sekarang sudah satu bulan juga tidak bisa melaut karena cuaca buruk," kata Warsim (59) petani garam Desa Pangarengan, Kabupaten Cirebon, Kamis. Ia mengungkapkan, sebagian rekannya beralih ke sektor lain seperti jadi tukang gali dan tukang becak di Cirebon atau merantau ke Jakarta, namun sebagian lainnya tetap bertahan dengan hidup pas-pasan. "Petani menjual garam cadangan untuk hidup sehari-hari kalau tidak ada pekerjaan sama sekali," katanya yang berharap ada bantuan dari Pemerintah untuk alih profesi menjadi petambak ikan. Menurut Karsudi (47), salah satu bandar garam, saat ini stok di tangan petani garam sudah mulai menipis, yaitu sekitar 1.000 ton dari Mundu sampai Losari sehingga sejak seminggu terakhir memang harga pasaran garam naik sampai Rp300 per kilogram, sementara di tingkat petani naik sampai Rp200 per kilogram. "Petani melepas garam hanya untuk kebutuhan yang sangat mendesak seperti makan sehari-hari. Mereka menunggu harga kembali naik yang diperkirakan puncaknya pada akhir bulan depan," katanya. Ia mengungkapkan, walaupun harga naik, petani garam tidak bisa menikmati harga itu karena tidak bisa berproduksi di musim hujan ini. "Tahun 2007 lalu musim garam hanya 2,5 bulan, padahal normalnya 5,5 bulan sehingga banyak stok garam rakyat yang sudah terkuras dan mereka bingung menghadapi hari-hari berikutnya karena pekerjaan yang lain juga susah dicari," kata warga Desa Pangarengan itu. Hal senada diungkap Sukardi (52), yang juga petani garam. Sudah seharusnya ada tindakan untuk mengangkat nasib petani garam seperti adanya peran Perum Garam untuk membeli garam mereka saat panen raya sehingga tidak begitu anjlog. "Dulu tahun 1970 sampai 1982, saat masih ada PN Garam, petani agak tertolong karena saat panen raya PN Garam langsung turun membeli garam petani dengan harga dasar. Tetapi sekarang sistem harga dasar sudah tidak ada," katanya. Ia mengungkapkan, saat berproduksi, seorang petani mampu mendapatkan lima sampai enam kuintal garam per hari dan biasanya dijual pasa kisaran Rp30 sampai Rp50 per kilogram, artinya pendapatan hanya Rp15 sampai Rp30 ribu per hari. "Itulah makanya di daerah pesisir banyak orang tua yang tidak sanggup menyekolahkan anak sampai SMP. Lulus SD saja sudah bagus," katanya. Ia juga berharap Pemkab Cirebon dapat membuat perusahaan daerah yang bisa mengolah garam rakyat supaya ada jaminan pasar dengan harga yang lebih baik. "Garam Cirebon biasanya dipasarkan ke Bandung karena serapan lokal sangat kecil. Bandar besar di Bandung selalu menekan harga saat tahu musim panen garam," katanya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008