Jakarta (ANTARA) - Pakar pendidikan Doni Koesoema A mengingatkan kurikulum pembelajaran di sekolah menengah kejuruan (SMK) harus dibuat lebih fleksibel agar relevan dengan kebutuhan dan permintaan kalangan industri.
"Kurikulum SMK sekarang kan masih terkesan kaku. Ya, enggak relevan dengan kebutuhan industri," katanya di Jakarta, Jumat, menanggapi masih tingginya pengangguran dari lulusan SMK.
Menurut dia, kurikulum SMK porsi idealnya adalah 80 persen praktik dan 20 persennya teori sehingga semestinya lebih banyak mengadopsi mekanisme kerja dunia industri.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kata dia, harus berperan sebagai regulator yang mengatur, sementara mekanisme pembelajarannya diserahkan kepada sekolah dan industri.
"Artinya, SMK masih tetap di bawah kendali Kemendikbud, tetapi standar kompetensi lulusan (SMK), materi pembelajarannya, diserahkan kepada industri," katanya.
Kalau masih saja dimonopoli oleh Kemendikbud, kata pengajar Critical Thinking Universitas Multimedia Nusantara (UMN) itu, industri belum sepenuhnya mau menyerap lulusan SMK.
"Dibuat dinamis saja, fleksibel. Sekarang kan SMK pembelajarannya pakai model Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kurikulum 2013 (RPP K13)," katanya.
Baca juga: Mendikbud minta digitalisasi program studi SMK
Doni mengapresiasi program yang digagas Kementerian Perindustrian bekerja sama PT Kawasan Industri Makassar (Kima) yang bisa menjadi model percontohan.
"Industri membantu pendanaan untuk mencetak tenaga kerja. Semacam 'teaching factory'," kata pengarang sejumlah buku "best seller" tentang pendidikan itu.
Ia mengatakan revitalisasi SMK sudah ditegaskan melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9/2016 tentang Revitalisasi SMK dalam rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia.
Ke depan, kata Doni, pengembangan kualitas SDM harus diprioritaskan oleh Presiden Joko Widodo, terutama kelanjutan program revitalisasi SMK yang belum maksimal.
Sebelumnya, Kemendikbud menyiapkan bantuan baik dana maupun investor dalam rangka realisasi revitalisasi SMK di Indonesia.
Sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9/2016, kata Mendikbud Muhadjir Effendy, realisasi program revitalisasi SMK memang membutuhkan dana yang cukup besar.
"Baru ada 230 SMK dari sekitar 13 ribu di Indonesia. Di Jawa Barat baru 21 sekolah. Jadi masih banyak, dan biayanya cukup besar. Satu sekolah itu bisa memakan biaya sekitar Rp10 miliar-Rp11 miliar," katanya.
Baca juga: Kurikulum SMK mulai diselaraskan dengan dunia industri
Baca juga: Mendikbud: Kurikulum SMK beradaptasi dengan kebutuhan kerja
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019