Nunukan (ANTARA) - Penghentian aktivitas perdagangan lintas batas oleh Bea Cukai Nunukan menyebabkan buruh bongkar muat di pelabuhan rakyat semakin menjerit. Pemerintah Daerah Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara diminta peduli dan secepatnya menyelesaikan permasalahan ini.

Ketua Harian Himpunan Pedagang Lintas Batas (HPLB) Indonesia-Malaysia Kabupaten Nunukan, Amrin ST di Nunukan, Jumat, meminta Pemkab Nunukan segera mengambil kebijakan lokal terkait dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2019 tentang Perdagangan Perbatasan.

Kebijakan lokal yang diharapkan tersebut sebagai bentuk kepedulian pemda terhadap masyarakat yang selama ini menghidupi keluarga dari hasil buruh bongkar muat barang atau produk dari negeri jiran Malaysia.

Pedagang lintas batas hanya mengharapkan Bupati Nunukan berkoordinasi dengan Kepala Bea Cukai Nunukan agar diberikan kesempatan untuk mengangkut produk Malaysia.

Amrin mengungkapkan, buruh yang dipekerjakan setiap kali bongkar atau memuat barang mencapai 30 orang. Ditambah buruh pedagang lintas batas lainnya yang diperkirakan mencapai ribuan orang.

Ribuan buruh tersebar di Jembatan Bongkok, Sei Bolong Kelurahan Nunukan Utara, Sei Nyamuk, Lalosalo, Ajikuning dan Bambangan Pulau Sebatik dan Pelabuhan Rakyat Sebuku di Kecamatan Sebuku.

Oleh karena itu, dia meminta, Bupati Nunukan (Asmin Laura Hafid) bisa memikirkan nasib masyarakatnya yang bekerja sebagai buruh bongkar muat.

Mereka (buruh) saat ini menganggur selama tidak ada aktivitas pasca penyetopan kegiatan oleh bea cukai akibat terbitnya PP Nomor 34 Tahun 2019.

“Kalau memang Ibu Bupati (Nunukan) peduli dengan kehidupan masyarakatnya maka secepatnya berkoordinasi dengan Kepala Bea Cukai (Nunukan) agar dibuka kembali kegiatan bongkar muat produk Malaysia secepatnya,” kata Amrin alias Aco ini.

Menurut dia, penghentian kegiatan pengangkutan produk Malaysia sangat berdampak kepada masyarakat Kabupaten Nunukan. Selain buruh-buruh menganggur ditambah semakin menipisnya ketersediaan bahan-bahan kebutuhan pokok seperti gula pasir, minyak goreng dan lain-lainnya di pasar yang berdampak pada kenaikan harga barang.

Amrin menyatakan kegelisahan masyarakat seyogyanya direspon cepat oleh Pemkab Nunukan dalam hal ini Bupati Nunukan, sebab berkaitan dengan hidup mati masyarakat khususnya yang bergantung pada keberadaan produk Malaysia. Jika, suasana seperti ini berkepanjangan dikhawatirkan terjadi gejolak sosial dan semakin marak tindak kriminal.

Hal yang sama diungkap, Rahman alias Laddo selaku pengecer produk-produk Malaysia bahwa selama tidak ada pasokan produk Malaysia, dia telah menganggur sejak dua pekan terakhir termasuk puluhan pekerjanya.

“Selama tidak ada kegiatan dari Tawau (Malaysia) saya sudah tidak kerja lagi,” ujarnya. Dia menilai bea cukai dan pemda harus memperhatikan kegelisahan masyarakat daerah ini.

Sebab ketergantungan hidup masyarakat Kabupaten Nunukan terhadap produk Malaysia masih sangat tinggi.

Seorang buruh bongkar muat bernama Saripuddin mengkhawatirkan nasib keluarganya apabila penghentian kegiatan pengangkutan produk Malaysia.

Ia menyatakan, tidak punya pekerjaan, selain menjadi buruh bongkar muat pada pedagang lintas batas. “Bagaimana kalau sudah begini pak tidak ada lagi pekerjaan. Kita menganggur begini, sementara anak-anak butuh makan dan jajan,” ujar Saripuddin.

Ia pun berharap adanya kepedulian dan respon cepat dari pemerintah daerah dan bea cukai terkait nasib diri dan ribuan rekan-rekannya yang terkena dampak PP 34 Tahun 2019 tersebut.

Secara terpisah, Bupati Nunukan Asmin Laura Hafid mengutarakan akan mencari jalan keluar atas kegelisahan pedagang lintas batas dengan terbitnya PP Nomor 34 Tahun 2019. Langkah awal yang bakal ditempuh dengan memanggil seluruh pedagang lintas batas untuk membicarakan solusi terbaik.

Rencananya, pertemuan dengan pedagang lintas batas pada Senin (8/7). "Kita akan panggil pedagang lintas batas pada Senin (8/7) membicarakan solusi terbaik," ujar Laura.*

Pewarta: Rusman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019