Brisbane (ANTARA News) - Pemerintah Australia sudah saatnya menunjukkan komitmen untuk mencetak dan menyiapkan para calon pemimpin masa depan yang paham tentang Indonesia, kata seorang pejabat KBRI Canberra. Harapan itu mengemuka dalam pertemuan Duta Besar RI untuk Australia dan Vanuatu TM Hamzah Thayeb dengan Wakil Perdana Mentri yang juga Menteri Pendidikan Australia, Julia Gillard, Kamis, kata Atase Pendidikan dan Kebudayaan RI Dr. R. Agus Sartono, MBA. Menurut Agus Sartono yang mendampingi Dubes Hamzah Thayeb selama pertemuan setengah jam di Parliament House Suite Canberra itu, kehadiran para calon pemimpin Australia yang memahami baik Indonesia akan berdampak positif bagi hubungan kedua negara di masa depan. "Di pundak merekalah keberlanjutan hubungan bilateral tertumpu. Jika kita terlambat menyiapkannya, maka sangat mahal harga yang harus dibayar. Langkah ini sekaligus untuk menghilangkan cara pandang negatif terhadap bangsa Indonesia," katanya. Agus mengatakan, Dubes Hamzah Thayeb menekankan nilai strategis hubungan di tingkat masyarakat kedua negara (people-to-people) untuk mempererat hubungan bilateral Indonesia dan Australia, karena hanya dengan cara demikian kesalahpahaman dan persepsi yang keliru di antara kedua publik dapat dikikis. Dalam hal ini, kerja sama bidang pendidikan, pertukaran pelajar dan mahasiswa yang sudah berlangsung selama ini sangat penting untuk ditingkatkan, katanya. "Secara spesifik Duta Besar RI menyampaikan bahwa pada saat ini terdapat lebih dari 16.800 pelajar/mahasiswa Indonesia yang menempuh pendidikan di Australia." "Dari jumlah itu, hanya kurang dari seribu mahasiswa yang mendapat beasiswa dari Pemerintah Australia. Jadi secara ekonomis keberadaan pelajar/mahasiswa Indonesia setiap tahun memberikan kontribusi yang substantial kepada Australia," katanya. Untuk itu, akan lebih baik kalau sebagian dari kontribusi ekonomi para mahasiswa Indonesia itu dikembalikan dalam bentuk beasiswa bagi pelajar/mahasiswa Australia agar dapat belajar di Indonesia, katanya. "Pada saat yang sama (Pemerintah Australia) juga meningkatkan ketersediaan beasiswa bagi pelajar/mahasiswa Indonesia untuk belajar di Australia," kata Agus Sartono mengutip pandangan Dubes Thayeb. Melalui penyediaan beasiswa tersebut, upaya Australia mencetak Indonesianis muda yang keberadaannya sangat diperlukan untuk membangun hubungan bilateral di masa depan akan terwujud. "Seperti kita ketahui, Indonesianis generasi pertama kini telah memasuki usia pada kisaran 55-60 tahun sehingga sangat strategis mengembangkan para Indonesianis muda yang potensial untuk menjaga keberlangsungan hubungan bilateral yang sudah bagus," katanya. Menanggapi pandangan dan argumentasi Dubes Thayeb ini, Wakil PM Julia Gillard sependapat bahwa hubungan bilateral yang sudah baik ini perlu terus dijaga dan ditingkatkan, katanya. Julia Gillard yang didampingi penasehatnya di bidang pendidikan, Rondah Rietveld, juga sependapat bahwa keberadaan Indonesianis sangat strategis dalam membantu membangun hubungan bilateral yang semakin kokoh, katanya. Dalam kapasitasnya sebagai menteri pendidikan, Julia Gillard juga mendukung adanya nota kesepahaman (MoU) di bidang pendidikan dengan Indonesia, kata Agus Sartono. "MoU antara Mendiknas RI dan Menteri Pendidikan Australia ini pun sudah siap untuk ditandatangani. Jadi tinggal menentukan waktu/tanggal yang tepat untuk dilaksanakan di Canberra," katanya. Selain itu, kelompok kerja bersama kedua negara segera dapat diaktifkan untuk mempersiapkan agenda pertemuan Australia-Indonesia Ministerial Forum (AIMF) bulan Juni 2008 di Canberra, khususnya bidang pendidikan, katanya. "Apabila memungkinkan penandatanganan MoU dilaksanakan pada minggu ketiga Maret 2008," katanya menambahkan. (*)

Copyright © ANTARA 2008