Banda Aceh (ANTARA News) - Warga Kabupaten Simeulue yang menderita luka berat dan ringan akibat gempa bumi yang mengguncang Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Rabu (20/2) siang, telah bertambah menjadi 51 orang, dengan dua di antaranya meninggal dunia. Kepala Dinas Sosial Kabupaten Simeulue, Zulmufti, yang dihubungi ANTARA dari Banda Aceh, Kamis, menyebutkan menurut catatan sementara warga yang meninggal dunia akibat tertimpa reruntuhan bangunan adalah Sadiman Kimat (62) dan Habisah (70), warga Simeulue Timur. Gempa berkekuatan 6,6 pada skala Richter (SR) Rabu (20/2) sekitar pukul 13.08 WIB dengan posisi 2,58 Lintang Utara (LU) - 95,99 Bujur Timur (BT) dan pusat gempa berada pada kedalaman 30 Km dari permukaan tanah atau sekitar 42 KM sebelah barat laut Sinabang, ibukota Kabupaten Simeulue. Menurut dia, gempa tersebut merupakan yang terkuat kedua sepanjang 10 tahun terakhir, setelah 28 Maret 2005 yang meluluhlantakkan sejumlah bangunan milik pemerintah dan swasta di kawasan gugusan Pulau Simeulue dan Pulau Nias, Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Wilayah terparah dilanda gempa adalah Kecamatan Simeulue Timur, dengan dua warga tewas dan 26 orang lainnya menderita luka berat dan ringan, menyusul Simeulue Barat dengan ditemukannya 25 orang luka akibat terhimpit reruntuhan bangunan. Selain itu, kata Zulmufti, dermaga feri di kota Sinabang rusak parah, sebuah masjid rusak ringan, tiga kantor pemerintah rusak berat. Kerusakan itu belum termasuk dua unit sarana pendidikan, berupa gedung sekolah dan sarana kesehatan. Aparat pemerintahan Simeulue dari semua dinas terkait kini telah diperintahkan Bupati Darmili turun ke lapangan untuk melakukan pendataan, baik jumlah korban jiwa manusia maupun bangunan rumah penduduk dan kantor milik pemerintah rusak akibat fenomena alam tersebut. "Data yang telah berhasil dihimpun baru dua kecamatan, yakni Simeulue Timur dan Simeulue Barat, sedangkan dari enam kecamatan lainnya masih dalam pendataan," katanya. Masyarakat kawasan Pulau Simeulue, terutama Simeulue Barat dan Simeulue Timur, kini masih trauma, sehingga aktivitas masyarakat di kedua daerah yang berjarak sekitar empat jam perjalanan kendaraan roda empat dari ibukota Simeulue itu belum normal. "Sebagian warga Simeulue Barat dan Simeulue Timur memilih tinggal di luar rumah, seperti di tenda darurat karena khawatir terjadi gempa susulan," demikian Zulmufti. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008