Karena itu dengan perlu kita bijak dalam mencerna dan memaknai informasi

Mataram (ANTARA) - Gubernur Nusa Tenggara Barat H Zulkieflimansyah meminta masyarakat tidak panik menyikapi pemberitaan potensi gempa berkekuatan 8,5 Magnitudo yang akan terjadi di selatan Pulau Lombok.

"Jangan panik dan takut. Orang di Jepang satu hal yang biasa, apalagi kita sedang masuk dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa 2018," ujarnya saat menggelar jumpa pers menyikapi informasi potensi gempa berkekuatan 8,5 magnitudo sampai 9 magnitudo yang akan terjadi selatan Lombok, Kamis malam (4/7).

Hadir mendampingi Gubernur NTB Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Ridwan Syah, Kepala Bappeda NTB Wedha Magma Ardhi, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) NTB, H Lalu Gita Aryadi, Kepala Dinas Pariwisata NTB Lalu Moh Faozal, Kepala Biro Humas dan Protokol Setda NTB Najamuddin Amy, Kepala BMKG Mataram Agus Riyanto dan PLt Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik NTB IGP Aryadi.

Doktor Zul panggilan akrab Gubernur NTB, menyatakan jika saat ini NTB sedang bangkit pascagempa beruntun yang terjadi pada akhir Juli hingga Agustus 2018. Termasuk, sektor pariwisata yang sudah mulai membaik dengan ramainya kunjungan wisatawan.

"Saya baru pulang dari Darwin dan Perth, Australia tidak satu pun kursi pesawat yang tersisa, saking senangnya orang ke Lombok. Karena itu dengan perlu kita bijak dalam mencerna dan memaknai informasi," terangnya.

Sementara terkait prediksi yang dikemukakan para ahli dalam sebuah seminar, gubernur mengangap hal tersebut sesuatu hal yang biasa. Karena menurut gubernur potensi bencana besar dimana-dimana bisa terjadi.

"Saya kira, kita di NTB ini cukup beruntung karena sudah memiliki pengalaman. Tapi kalau pun ada gempa kita tidak berharap akan sebesar itu dan kita tidak sepanik dengan orang di daerah yang belum merasakan gempa," tegas Doktor Zul.

Gubernur menyatakan salah satu misi Pemprov NTB adalah menjadikan NTB sebagai daerah yang tangguh dan mantap terhadap bencana. Sehingga mitigasi bencana menjadi prioritas nomor satu. Namun demikian untuk menjadikan itu semua dibutuhkan waktu.

"Butuh waktu, tapi seiring waktu pasti bisa. Bahkan, di Indonesia NTB jadi daerah percontohan bagi daerah lain di Indonesia soal mitigasi bencana," katanya.

Sebelumnya, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Mataram Agus Riyanto mengatakan dari hasil simulasi dan pemodelan tsunami (Tsunami Modeling) yang di lakukan di wilayah Lombok Selatan menyimpan gempa mega trust berkekuatan 8,5 magnitudo dan gelombang tsunami hingga lima kilometer dengan ketinggian mencapai 20 meter. Namun, gempa sebesar itu sesungguhnya tidak hanya terjadi di Lombok bagian selatan tapi bisa terjadi di wilayah selatan Indonesia mulai NTT, Bali, Jawa hingga Sumatera.

"Tapi, kapan waktunya tidak ada yang tahu bahkan teknologi secanggih apapun tidak bisa memprediksi dan mengetahui kapan akan terjadi gempa itu," ujarnya di sela-sela seminar manajemen kebencanaan yang dilaksakan di Universitas Nahdatul Ulama (NU) NTB yang juga dihadiri pakar geologi dan kegempaan dari Universitas Brigham Young Univesity, Utah, Amerika Serikat, Prof Ron Harris.

Menurut Agus, jika merujuk pada sejarah dan hasil penelitian gempa besar pernah terjadi di perairan selatan, khususnya Lombok pernah terjadi pada tahun 500-1000 tahun yang lalu. Hal ini dibuktikan dari jejak pasir sisa tsunami yang tertinggal.

"Sekarang belum ada aktivitas lagi, kalau pun ada kita harap gempanya kecil-kecil dan intensitasnya banyak, sehingga terlepas. Tapi kalau diam itu terlalu lama itu artinya sedang mengumpulkan energi dan ini yang tidak kita harapkan. Karena sifatnya di selatan itu seperti itu, hampir sama dengan selatan Bali, Jawa hingga Sumatra bisa ratusan tahun seperti yang terjadi di Aceh itu ratusan tahun terulang kembali pada tahun 2004 gempa besar dan tsunami," jelas Agus Riyanto.

Pernyataan BMKG itu juga diamini pakar geologi dan kegempaan dari Universitas Brigham Young Univesity, Utah, Amerika Serikat, Prof Ron Harris. Bahkan, dirinya memperkirakan potensi gempa.di selatan Indonesia bisa sampai 9 magnitudo. Meski ada potensi gempa besar, namun berdasarkan data sejarah belum pernah lagi terjadi gempa besar di lempeng Indo-Australia. Tapi secara teknis dari hasil riset pergerakan naik lempeng bumi mencapai 7 cm pertahun dan lempeng Indo-Australia saat ini diperkirakan ada pada ketinggian 35 meter lebih.

Ron Harris, mengatakan tidak ada yang bisa memastikan gempa bumi besar akan terjadi. Terpenting, harus dimulai dari sekarang bagaimana membangun kesadaran mitigasi bencana oleh masyarakat di daerah rawan bencana bisa terus ditingkatkan.

Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019