Surabaya (ANTARA) - Pusat Pendidikan dan Latihan Pertahanan Udara Nasional (Pusdiklat Hanudnas) meminta Kementerian Pertahanan untuk mengganti perangkat simulasi perang atau Electronic Warfare Simulator/EWS lantaran teknologi dalam simulator itu sudah jauh tertinggal.
"EWS kondisinya sudah kurang bagus. Sudah ketinggalan teknologinya, harus di upgrade. Sebab tidak terintegrasi dengan kapal dan peralatan tempur darat yang memiliki kemampuan Hanudnas," kata Danpusdiklat Hanudnas Kolonel (Pnb) M Mukhson saat menerima kunjungan wartawan Kemhan di Pusdiklat Hanudnas, Surabaya, Jawa Timur, Kamis.
Baca juga: TNI AU hadirkan sistem radar "ADS-B" di "Indo Defence"
Padahal, lanjut dia, lulusan dari Pusdiklat Hanudnas ini memiliki tugas yang sangat penting dalam menghadapi peperangan elektronika guna menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari ancaman musuh.
Simulator yang ada saat ini hanya untuk Angkatan Udara (AU) sedangkan, simulator radar Angkatan Darat (AD) dan Angkatan Laut (AL) belum tersedia. Sementara, siswa yang mengikuti pendidikan di Pusdiklat Hanudnas berasal dari tiga matra.
"Simulator yang ada saat ini peralatan AU. Jadi radar-radar kita saja yakni radar Thompson, radar plessey dan radar Master T. Sedangkan radar di KRI Martadinata, KRI I Gusti Ngurah Rai kita belum bisa menunjukkan kepada para siswa. Karena baru ini saja yang ada," katanya.
Menurut dia, peralatan tersebut harus diperbarui dengan mengadopsi peralatan perang elektronika yang ada di alutsista AD, AL dan AU sehingga saat siswa belajar, pihaknya bisa menunjukkan mekanisme kerja peralatan tersebut.
"Kami sudah diajukan untuk pengadaan yang baru karena sudah ketinggalan, harapan kami kalau bisa diperbarui maka tiga simulator yakni air defence system simulator (ADSS), air defence simulator general facilities (ADSGF) dan air defence battle training system (ADBTS) bisa dioperasikan," kata Mukhson.
Baca juga: Teknologi anti radar perkuat pertahanan Indonesia
Pengadaan simulator peperangan elektronika ini tidak perlu impor dari luar negeri karena industri pertahanan dalam negeri mampu memproduksinya.
"Jadi tidak perlu beli dari luar negeri. Ini yang mengadakan PT Dwijala dan pekerja lapangannya dari Maxxima, umumnya mereka lulusan dari Institut Teknologi Surabaya (ITS). Tinggal pembiayaannya saja," ucapnya.
Karo Humas Setjen Kemhan Brigjen TNI Totok Sugiharto berkomitmen membantu peningkatan peralatan Pusdiklat Hanudnas mengingat strategisnya peran yang harus dijalankan dalam menjaga kedaulatan NKRI.
"Semoga ke depan Pusdiklat Hanudnas semakin maju dalam mencetak SDM yang andal. Apa yang dibutuhkan di sini saya laporkan ke Pak Sekjen dan Pak Menhan," ujarnya.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019