Surabaya (ANTARA) - Seorang pengacara M. Sholeh mendeklarasikan diri sebagai Calon Wali Kota Surabaya jalur independen untuk maju sebagai petarung dalam kontestasi Pilkada Surabaya yang akan digelar pada September 2020.
"Kami sejak awal ingin melibatkan masyarakat dengan adanya dukungan KTP ini. Jalur independen ini punya sisi positif karena bisa mendekatkan dengan masyarakat," kata M. Sholeh di acara deklarasi Cawali Surabaya Independen di salah satu kafe di Surabaya, Kamis.
Baca juga: Golkar lirik Hendro Gunawan jadi Cawali Surabaya 2020
Baca juga: Rekercab PDIP tetapkan Whisnu sebagai bakal calon wali kota Surabaya
Baca juga: PSI pilih calon wali kota Surabaya dengan kompetensi setara Risma
Acara deklarasi tersebut dihadiri sejumlah elemen masyarakat mulai dari advokat, para guru honorer, seniman, budayawan, lembaga swadaya masyarakat, pegiat sosial dan warga Surabaya. Mereka satu persatu memberikan testimoni terkait dukungan terhadap M. Sholeh.
Menurut dia, dengan memilih jalur cawali independen tersebut, bukan berarti dirinya anti terhadap partai, melainkan mengingatkan kepada publik bahwa ada pengalaman Pilkada Surabaya 2015, dimana banyak partai tapi tidak mengajukan calon.
Akibatnya pasangan Cawali-Cawawali Surabaya, Tri Rismaharini dan Whisnu Sakti Buana yang diusung PDI Perjuangan menjadi calon tunggal. Baru setelah dibuka pendaftaran lagi, Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional yang awalnya tidak mengajukan calon, akhirnya mengusung Rasio-Lucy.
Selain itu, lanjut dia, maju melalui jalur partai tidak semudah yang dibayangkan karena transaksinya agak rumit dan agak susah diikuti. Ia mengingatkan siapapun calon yang mau pencitraan lewat partai agar tidak kecewa kalau nantinya tidak dapat rekomendasi partai.
"Saya tidak ngomong ada uang, lebih baik independen karena lebih mudah, yang penting KTP terpenuhi," katanya.
Sholeh mencontohkan, jika dirinya maju melalui Partai Gerindra yang mendapat lima kursi di DPRD Surabaya, tentunya tidak bisa karena syarat maju Pilkada harus 10 kursi, sehingga harus koalisi dengan partai lain agar mendapatkan lima kursi lagi.
"Untuk mendapatkan lima kursi lagi, misalnya mengandeng PSI (Partai Solidaritas Indonesia) yang memiliki empat kursi. Ketika saya sudah menggandeng PSI, ternyata kurang satu kursi. Bayangkan jika satu kursi itu adalah PPP. Tentunya PPP akan bisa naik daun. Jadi kalau tidak siap sekian, ya, tidak jadi. Itu fakta, saya tidak ngomong soal uang. Saya juga tidak antipati terhadap partai," katanya.
Untuk itu, lanjut dia, pihaknya berharap agar jangan sampai pesta demokrasi lima tahunan itu dibuat permainan partai politik. "Maka indepen ini paling pas sebagai kendaraan antara calon dengan masyarakat. Ini tidak bisa dibuat mainan lagi," katanya.
Ia sendiri menikmati independen ini jauh lebih baik lagi, tidak perlu takut kalau tidak punya wakil di DPRD Surabaya sehinga akan terjadi impeachment atau pemakzulan. "Bu Risma diusung PDIP, tapi faktanya di-impecement PDIP. Bagi saya, Bu Risma tidak punya partai, tapi nyatanya menikmati sampai sekarang. Prinsipnya itu, pemimpin punya kebijakan yang bagus," katanya.
Saat ditanya program apa saja yang akan dibawa saat pencalonan, Sholeh mengatakan saat ini pihaknya tidak bicara soal program dulu karena saat ini masih proses bagaimana memgumpulkan KTP.
"Saya ingin mengatakan warga kita ajarkan memilih pemimin harus dilihat latar belakangnya, jelas tidak, maling atau tidak. Kalau ngomong program, koruptor pun kalau mencalonkan diri pasti programnya bagus, tapi rekam jejaknya jauh lebih utama. Kalau rekam jejaknya bagus memimpinnya juga bagus. Kalau rekam jejaknya tidak jelas, tidak salah kalau nanti ditangkatp KPK," katanya.
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019