Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati mengatakan tekanan terhadap nilai tukar rupiah telah mereda berkat upaya sinergi pemerintah bersama institusi moneter.
"Pemerintah menjalin sinergi yang kuat dengan institusi moneter," katanya dalam Rapat Paripurna DPR RI dengan agenda Penyampaian RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN (PPAPBN) TA 2018 di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan hasil sinergi tersebut telah mampu meredakan tekanan terhadap nilai tukar rupiah yang sempat terdepresiasi hingga posisi Rp15.200 per dolar AS.
Saat ini nilai tukar rupiah tercatat stabil pada kisaran Rp14.247 per dolar, atau terdepresiasi sekitar 6,9 persen jika dibandingkan dengan posisi rata-rata nilai tukar rupiah pada 2017 sebesar Rp13.384 per dolar.
Tingkat depresiasi tersebut, kata menteri, masih lebih rendah jika dibandingkan dengan mata uang lainnya di negara-negara berkembang seperti Turki, Argentina dan Brasil.
Selain itu, Menteri Sri Mulyani juga mengatakan bahwa rata-rata suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan pada 2018 adalah sebesar 5,0 persen, atau lebih baik dari target APBN sebesar 5,2 persen.
Lelang SPN 3 bulan sepanjang 2018 juga, kata dia, masih mendapatkan minat yang besar dari investor, walaupun banyak aksi jual oleh investor asing.
Aksi penjualan tersebut, kata dia lebih lanjut, terutama disebabkan adanya indikasi kenaikan suku bunga acuan The Fed, seiring meningkatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) serta pasar tenaga kerja yang solid dan kenaikan inflasi AS yang lebih cepat sehingga memicu aksi penarikan dana oleh investor asing dari Indonesia.
Baca juga: BI optimistis tekanan rupiah mereda pada 2019
Baca juga: Perry janjikan suku bunga untuk stabilisasi rupiah
Pewarta: Katriana
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019