Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyebut demokrasi di Indonesia telah mencapai "point of no return" atau tidak bisa kembali lagi ke masa lalu. Menurut Jurubicara Kepresidenan Dino Patti Djalal, hal tersebut dikemukakan Presiden Yudhoyono di Kantor Kepresidenan Jakarta, Selasa, saat menerima enam anggota Kongres Amerika Serikat yang merupakan anggota House Democracy Assistance Comission/Komisi Bantuan Demokrasi Parlemen AS (HDAC). "Presiden menyampaikan penjelasan bagaimana Indonesia telah mengalami transformasi dalam beberapa tahun ini dan menjadi salah satu negara demokrasi terbesar. Demokrasi yang telah mencapai `point of no return`, atau tidak bisa kembali lagi ke masa dulu," kata Dino, yang turut mendampingi Presiden Yudhoyono dalam pertemuan itu. Dalam pertemuan itu, lanjut Dino, Presiden Yudhoyono juga menjelaskan bahwa hubungan Indonesia dan Amerika adalah hubungan kemitraan yang demokratis. "Presiden juga mengharapkan agar antara parlemen Amerika dan DPR-RI dapat terjalin kerjasama yang lebih baik," ujarnya. Selain masalah dwipihak, menurut Dino, kedua belah pihak juga saling bertukar pikiran mengenai sejumlah isu penegakkan demokrasi di kawasan, terutama kasus Myanmar. "Myanmar banyak ditanyakan oleh beberapa anggota delegasi ini, dan Presiden memberikan jawaban mengenai posisi Indonesia tentang Myanmar yang intinya menyambut baik keputusan pemerintah Myanmar untuk melakukan Pemilu dan langkah-langkah ke depan dalam `road map to democracy`. Tapi beliau menginginkan agar langkah ini dapat menjamin akan lebih inklusif dan lebih mengikutsertakan kelompok-kelompok di luar pemerintah Myanmar," katanya. Hal senada juga dikemukakan oleh Ketua Delegasi dan Ketua HDAC David Price. Dia menyebut bahwa demokrasi adalah suatu proses searah. Menurut Price, Indonesia memiliki komitmen besar dalam memperjuangkan demokrasi. Ia mengatakan bahwa demokrasi adalah pekerjaan yang tidak pernah selesai. Oleh karena itu AS mendukung terciptanya hubungan yang baik antara pemerintah dengan kalangan legislatif. Pada kesempatan itu Price juga menjelaskan bahwa kemitraan telah terjalin antara parlemen kedua negara, termasuk kegiatan saling berkunjung yang telah berlangsung tiga kali. "Kemitraan ini sudah berjalan selama tiga tahun. Kita memiliki beberapa hal untuk dibicarakan di antara kedua parlemen dan kita memiliki banyak hal untuk belajar satu sama lain," katanya. Pada pertemuan dengan Kepala Negara, Price menyatakan apresiasinya kepada Indonesia yang telah bekerja dan menjadi tuan rumah untuk Konferensi Bali dalam isu lingkungan dan berperan aktif dalam menjaga perdamaian dunia. "Kami juga mendiskusikan isu-isu lingkungan dan tantangan kesehatan publik di Indonesia, dan prospek mengenai penanganan epidemik flu burung," ujarnya. Price juga mengatakan bahwa ia telah melakukan kunjungan ke Aceh dan Indonesia bagian barat guna menyaksikan proses rekonstruksi di daerah yang terkena bencana. "Kami sangat sedih melihatnya tapi sekaligus senang mengetahui kemajuan yang telah dilakukan Indonesia dan rakyat Indonesia serta rakyat Aceh, untuk membangun kembali masyarakat dan kehidupan di sana," ujarnya. HDAC adalah lembaga yang mempromosikan lembaga legislatif yang aktif, pemerintahan yang efektif dan memperkuat institusi demokratis, dengan membantu lembaga perwakilan di negara-negara demokrasi baru. Inti dari pekerjaan HDAC adalah kerjasama parlemen ke parlemen dalam mengembangkan keahlian teknis bagi mitra lembaga legislatif sehingga dapat meningkatkan akuntabilitas, transparansi, lembaga legislatif yang independen, akses terhadap informasi dan pengawasan terhadap pemerintah. Keenam anggota parlemen AS yang diterima Presiden tersebut adalah David Price, John Boozman, Sam Farr, Mazie Hirono, Michael Conaway, dan Jim McDermott. Kedatangan mereka didampingi oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Cameron Hume. Dalam pertemuan tersebut Presiden Yudhoyono didampingi oleh Menko Polhukam Widodo A.S, Mensesneg Hatta Rajasa dan Jubir Dino Patti Djalal.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008